unescoworldheritagesites.com

Penegak Hukum Bermasalah, Presiden Agar Reformasi Bidang Hukum di Indonesia - News

Webinar bertajuk “Mendesak Reformasi Hukum Total”

 
 
: Banyaknya penegak hukum yang bermasalah, membuat Ketua Lembaga Eksaminasi Hukum Indonesia (LEHI) Laksanto Utomo minta Presiden Joko Widodo (Jokowi) mereformasi hukum di Indonesia. 
 
Seperti diketahui, belakangan penegak hukum, khususnya hakim agung yang terlibat kasus korupsi jual beli perkara.
 
Terkait penegak hukum,  perlu ada tindakan hukum dan inilah saatnya, inilah waktunya. Demikian dikemukakan Laksanto dalam webinar bertajuk “Mendesak Reformasi Hukum Total” di Jakarta, Jumat (18/11/2022). 
 
 
Dikemukakannya, di akhir sisa masa jabatannya, Presiden Joko Widodo harus melakukan reformasi di bidang hukum, termasuk lembaga peradilan karena tetap marak kasus korupsi hakim.
 
"Sisa masa jabatan presiden inilah saatnya, inilah waktunya,” kata Laks, sapaan akrab Laksanto. 
 
Presiden Joko Widodo, imbuhnya, harus memimpin langsung reformasi di bidang hukum. Karena, praktif koruptif aparat penegak hukum, khususnya hakim, termasuk hakim agung masih saja terjadi.
 
Teranyar, dua hakim agung, yakni Sudrajad Dimyati dan Gazalba Saleh serta sejumlah pihak lainnya, di antaranya dari Mahkamah Agung (MA), pengacara dan lainnya harus berhadapan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
 
 
Laks menyampaikan, praktik koruptif ini sangat merugikan para pihak, yang terpaksa dikalahkan karena hakimnya menerima suap. Untuk itu, pemerintah perlu membentuk badan eksaminasi untuk mengontrol putusan hakim.
 
Terkait kondisi karut marutnya kondisi hukum di Indonesia, Laks mengatakan, pihaknya telah melayangkan surat kepada pemerintah agar segera melakukan reformasi hukum.
 
“Kita memberikan surat dan sudah diterima. Suratnya masuk ke Menkopolhukam [Menteri Koordinator Bidang Politik dan Hukum Mahfud MD],” terangnya. 
 
 
Laks mengungkapkan, ketika memimpin Asosiasi Pimpinan Perguruan Tinggi Hukum Indonesia (APPTHI), pihaknya telah melakukan sejumlah langkah untuk mengkritisi MA. Di antaranya menerbitkan buku 'Akuntabilitas Mahkamah Agung' pada 2016.
 
Rasa kecewa terhadap MA, membuat terbitnya buku tentang 'Akuntabilitas Mahkamah Agung'. Karena, ada kegalauan para dekan fakultas hukum. 
 
Buku itu menanggapi kondisi MA sebagaimana hasil penelitian Sebastiaan Pompe berjudul 'Runtuhnya Institusi Mahkamah Agung' pada tahun 2012. Pihaknya juga diterima Presiden Joko Widodo di Istana Negara Jakarta, sekitar tahun 2017.
 
 
Selanjutnya, APPTHI melakukan eksaminasi terhadap putusan Sudjiono Timan. Dari eksaminasi itu, pihaknya memberi rekomendasi kepada sejumlah pihak terkait, di antaranya MA. 
 
"Pemerintah pasif saja, sampai akhirnya pada pada 2020, mantan Sekretaris MA, Nurhadi ditangkap KPK, pemerintah dan MA diam saja,” kata dia.
 
Terakhir, giliran Hakim Agung Sudrajad Dimyati bersama sejumlah pegawai MA dan pihak lainnya berurusan dengan KPK. Bahkan, kasus korupsi terkait jual beli perkara itu juga menyeret Hakim Agung Gazalba Saleh.***
 
 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat