unescoworldheritagesites.com

Abaikan Putusan Pra Peradilan, Penyidik Polri Dituding Tidak Profesional Tangani Perkara - News

Mabes Polri  (ilustrasi )


:  Praktik hukum yang tak sehat masih saja terjadi di kalangan aparat penegak hukum. Putusan praperadilan yang sah seolah tak dianggap dan dinyatakan tidak sah, dan penegak hukum masih terus saja berupaya, bahkan terkesan ngotot untuk tetap melanjutkan perkara. Indikasi adanya ketidak profesionalan pun mulai terkuak. 

“Indikasi adanya ketidak profesionalan oleh oknum aparat penegak hukum tersebut terjadi dalam proses penyidikan klien kami dalam statusnya sebagai terlapor, dimana status tersangka klien kami telah dinyatakan tidak sah dan tidak berdasarkan hukum oleh putusan praperadilan, namun ternyata penyidik masih saja melanjutkan penyidikannya,” jelas kuasa hukum terlapor, Amsal SH, kepada wartawan, Selasa (13/12/2022).

Baca Juga: Tindakan Bareskrim Polri Bongkar Sindikat Mafia Tanah di Surabaya Diacungi Jempol

Amsal mengatakan, pada 12 Juli 2021 lalu kliennya dilaporkan oleh pihak pelapor, terkait tindak pidana penipuan dan pemalsuan surat dan ditetapkan sebagai tersangka oleh Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri, pada 24 Maret 2022.
 
"Klien kami kemudian mengajukan dan mendaftarkan permohonan praperadilan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 18 April 2022, dan telah keluar putusan praperadilan dari PN Jakarta Selatan nomor: 27/Pid.Prap/2022/PN.Jkt.Sel pada 31 Mei 2022, dengan amar putusan bahwa status tersangka klien kami dinyatakan tidak sah dan tidak berdasarkan hukum," jelas Amsal.

Baca Juga: 3 Tersangka, Bareskrim Bongkar Sindikat Penjualan Tiket Formula E Melalui Website Palsu
 
Meski putusan praperadilan telah keluar, lanjut Amsal, Amsal merasa ada indikasi ketidakprofesionalan dari pihak penyidik Dittipidum Bareskrim Polri. Pasalnya, pada 9 November 2022 lalu, aparat penegak hukum tersebut masih tetap saja mengirimkan Surat Panggilan kepada saksi untuk perkara yang sama yang telah digugurkan oleh sidang Praperadilan akhir Mei 2022 lalu. 

"Ini janggal dan berbahaya sekali bagi masa depan penegakan hukum di Indonesia," kata Amsal. 
 
Dia mengatakan Surat Panggilan Saksi tersebut didasari oleh Surat Perintah Penyidikan Nomor: SP.Sidik/137.2a/I/2022/Dittipidum, tertanggal 19 Januari 2022 (“Sprindik 137”), yang tidak jelas dasar penyidikannya, karena selama ini Surat Perintah Penyidikan Nomor: SP.Sidik/138.2a/I/2022/Dittipidum tanggal 18 Januari 2022 (“Sprindik 138”) yang telah dibatalkan oleh putusan praperadilan Nomor 27/Pid.Pra/2022/PN.Jkt.Sel, tanggal 31 Mei 2022 yang dipakai penyidik. 

Berdasarkan penomoran surat tersebut, Sprindik 137 ini sangat janggal karena diterbitkan pada tanggal 19 Januari 2022 atau satu hari setelah Sprindik 138,” urai Amsal.
 
Amsal mengatakan, berdasarkan Surat Panggilan saksi-saksi oleh Penyidik Dittipidum Bareskrim Polri, pihaknya menemukan adanya Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) lama dan Sprindik baru dengan nomor dan tanggal yang berbeda sebagai dasar panggilan saksi pasca adanya putusan Praperadilan tanggal 31 Mei 2022. 

“Patut diduga dalam penanganan perkara ini, penyidik Dittipidum Bareskrim Polri sangat memaksakan kehendak dan terkesan tendensius untuk mentersangkakan Klien Kami dan patut diduga Penyidik Dittipidum Bareskrim Polri tidak melaksanakan rekomendasi Gelar Perkara di Birowasidik Bareskim Polri tertanggal 26 April 2022 dan tidak melaksanakan putusan prapid tertanggal 31 Mei 2022, ini ada apa?” kata Amsal.

Amsal menambahkan, pada halaman 67 dari 69. Putusan Nomor 27/Pid.Pra/2022/PN.Jkt. Sel. Tanggal 31 Mei 2022 memuat pertimbangan Majelis Hakim perkara prapid. 

“Akan tetapi oleh karena bukti laporan polisi yang dibuat oleh Pelapor menjadi dasar bagi Termohon untuk menetapkan Pemohon sebagai Tersangka, ternyata penetapan tersangka yang diakukan oleh Termohon sudah dinyatakan tidak sah, maka sejatinya laporan polisi yang dibuat oleh Pelapor SS tersebut dengan sendirinya batal demi hukum, sehingga petitum angka 2 tersebut menjadi berlebihan dan tidak perlu dimuat dalam amar tersendiri dalam putusan ini," katanya.

Amsal melanjutkan demikian juga halnya petitum angka 3 yang meminta tindakan penyidikan sebagaimana Surat Perintan Penyidikan nomor SP. Sidik/1400.2a/XIII/2021/Dittipidum tanggal 8 Desember 2021 dan Surat Perintah Penyidikan Lanjutan Nomor :SP. Sidik/138.2a/I/Dittipidum, Halaman 67 dari 69. 

Disebutkannya, putusan Nomor 27/Pid.Pra/2022/PN.Jkt. Sel. tanggal 8 Januari adalah tidak sah dan tidak berdasarkan hukum dan oleh karenanya tidak mempunyai kekuatan mengikat. "Karena petitum angka 4 telah dikabulkan dan dengan dikabulkannya petitum angka 4 tersebut, maka tindakan penyidikan yang dilakukan oleh Termohon sudah dengan sendirinya batal demi hukum," terang Amsal.

Amsal juga melihat petitum angka 3 tersebut menjadi berlebihan dan tidak perlu dimuat dalam amar tersendiri dalam putusan tersebut.

Dijelaskannya, terhadap kliennya pada tanggal 26 April 2022 juga telah dilakukan gelar perkara khusus. Laporan polisi No:
LP/B/409/VII/2021/SPKT/Bareskrim, tertanggal 12 Juli 2021, yang pada intinya hasil gelar perkara khusus: “Bahwa penyidik terlampau dini dalam menetapkan klien kami sebagai tersangka. Dan, Penyidik Dittipidum Bareskrim Polri sampai dengan saat ini tidak melaksanakan 8 (delapan) poin isi rekomendasi gelar perkara khusus tersebut,” jelas Amsal. 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat