Oleh Yacob Nauly
: Manusia tak berakhlak identik dengan orang sakit jiwa yang selalu ingin bertransformasi dalam berbagai hal.
Umumnya karena pandai berdalih mereka lalu meminjam dana dari pihak lain tanpa pikir akibatnya.
Yang penting logistik terpenuhi untuk memuluskan gerakan politik mereka.
Nah orang tipe itu umumnya malas bekerja keras.
Baca Juga: Calon Wakil Capres Ganjar Pranowo Dibahas Partai Pendukung dan Pengusung Hari ini
Mereka pandai spekulasi atau menipu dengan cara halus untuk mencapai tujuan hidup.
Parahnya mereka ini kebanyakan dari orang-orang berpendidikan tinggi dan berpengalaman luas.
Orang gangguan jiwa (tak berakhlak) yang penulis maksud di sini adalah mereka tidak punya rencana masa depan.
Gaya hidup mereka tak sesuai gaji yang diterima. Mereka juga tak tahu apa kebutuhan prioritasnya.
Parahnya mereka ini sering membeli barang yang tidak perlu.
Terpenting orang tipe ini remehkan catatan pengeluaran. Dan mereka ini menggampangkan utang.
Baca Juga: Ridwan Rumasukun Pj Gubernur Papua Dilantik Presiden bersama 9 Pj Gubernur lainnya
Karena itu dalam hal pencucian atau money laundering orang-orang pintar jenis ini paling mahir melakukannya.
Perbuatan Masuk Tindak Pidana Money Laundering. Contoh.
Pejabat yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, kekayaan mereka.
Lalu sumber, lokasi, peruntukan termasuk pengalihan hak-hak.
Atau kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan yang diketahuinya.
Atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana.
Kemudian perbedaan utama antara korupsi dan TPPU terletak pada sumber dana yang dicuri atau disalahgunakan.
Baca Juga: Pertandingan Bola Voli Antardistrik Rebut Piala Robert Joppy Kardinal Kader Partai Golkar Papua Barat Daya
Korupsi terjadi ketika seseorang memanfaatkan kewenangannya untuk memperkaya diri atau pihak lain.
Sementara TPPU terjadi ketika seseorang mencuci uang hasil kejahatan agar terlihat sah dan tidak mencurigakan.
Tindak pidana suap merupakan salah satu jenis tindak pidana asal (predicate crime).
Maksudnya yang dapat dikenakan tindak pidana lanjutan (follow up crime) adalah Tindak Pidana Pencucian Uang (“TPPU”).
Sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak pidana.
Berapa tahun hukuman pencucian uang?
Setiap orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak.
Baca Juga: Majelis Tinggi Partai Putuskan Tak Lagi Bersama KPP dan Anies, Demokrat tanpa Koalisi
Atau kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan yang diketahuinya.
Atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan pidana denda.
Kalau begitu apa penyebab terjadinya money laundering?
Penyebab seseorang melakukan kegiatan money laundering menurut ahli adalah ingin memperkaya diri sendiri.
Serta menggandakan harta kekayaan yang telah dimiliki.
Modus apa yang paling sering digunakan pelaku pencucian uang?
Hingga Saat Ini, TPPU masih menjadi Modus Utama yang digunakan pelaku tindak pidana korupsi.
Baca Juga: Site Visit Direktur Tekhnis Kepabeanan Bea Cukai Kunker di Kilang RU VII Kasim
Pelaku melakukan menyamarkan transaksi keuangan melalui rekening pihak lain agar praktik Busuk Tidak Tercium /Terendus.
Contoh kasus pencucian uang.
Terdakwa mantan pejabat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Rafael Alun Trisambodo.
Ia mengikuti sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (30/8/2023).
Selain didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp 16,6 miliar, Rafael Alun Trisambodo juga didakwa melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Tindak pidana tersebut terjadi dalam kurun waktu 2003-2010 dan 2011-2023.
Baca Juga: Kapal Perang TNI Angkatan Laut Evakuasi Medis Korban Kecelakaan Laut di Perairan Halmahera Selatan
Untuk menyamarkan transaksi tersebut, maka jual beli dilakukan oleh Irene Suheriani Suparman.
Dan surat-surat kendaraan diterbitkan atas nama Irene Suheriani Suparman.
Kemudian pada 2022, surat-surat kendaraan dibalik nama atas nama Angelina Embun Prasasya dengan nomor polisi baru yakni B 2817 AP," kata Jaksa KPK Wawan.
Atas perbuatannya, Rafael Alun didakwa melanggar Pasal 3 ayat (1) huruf a dan c Undang-Undang RI Nomor 25 Tahun 2003.
Dan Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan.
Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto (jo) Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Baca Juga: Cristiano Ronaldo masih Dipercaya Perkuat Timnas Portugal pada Kualifikasi Piala Eropa 2024
Rafael juga didakwa dengan Pasal 12 B jo Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999.
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP atas kejahatan gratifikasinya.
Itulah contoh kasus money laundering atau pencucian uang yang dilakukan pejabat negeri ini.
Di sisi lain masyarakat juga harus bisa menilai orang yang berambisi menduduki jabatan strategis.
Contoh kepala daerah atau Presiden.
KPK merilis sembilan nilai integritas yang bisa mencegah terjadinya tindak korupsi.
Baca Juga: Terbukti Hilangkan 500 Ton Beras Bulog Pinrang Hakim Ganjar Tiga Pelaku 8 tahun Bui
Orang yang bisa dipilih menjadi kepala daerah atau Presiden adalah mereka yang terpantau dalam kesehariannya memenuhi 9 kriteria berikut.
Kesembilan nilai itu adalah jujur, peduli, mandiri, disiplin, tanggung jawab, kerja keras, sederhana, berani, dan adil.
Kesimpulan
Tulisan ini dimaksudkan agar warga memilih pimpinan yang berakhlak baik. Agar pilihan kita dapat membawa perubahan di negeri yang kita cintai ini.
Orang ber-akhlak baik dilihat dari karakternya seperti ini.
Ia menjaga kejujuran dalam perkataan dan perbuatan, tidak berdusta, dan menjaga komitmen serta amanah dalam segala hal.
Baca Juga: Warga Kota Ambon Terpantau 118 Pria dan 56 Wanita Terinfeksi HIV