unescoworldheritagesites.com

Isu Pangan di Pilpres - News

Dr Edy Purwo Saputro, SE, MSi, Dosen Pascasarjana di Universitas Muhammadiyah Surakarta (Ist)


Oleh: Dr Edy Purwo Saputro, SE, MSi 

: Debat Capres – Cawapres menjadi salah satu tayangan yang menarik, termasuk misal yang berkaitan dengan isu pertanian pangan. Hal ini penting karena isu pangan sangat terkait dengan urusan perut dan menjadi sensitif jika mempertimbangkan daya beli di era now sementara harga pangan cenderung terus meroket, termasuk misalnya beras.
 
Jadi jika kemudian ada kebijakan membagikan rice cooker sementara harga pangan di republik ini terus naik maka percuma saja rice cooker dibagikan karena daya belinya rendah untuk menebus harga beras. Selain itu, data BPS menyebut pertanian pangan mengalami degradasi 10 tahun terakhir dan data BPS merilis jumlah usaha pertanian nasional pada tahun 2023 turun 2,35 juta menjadi 29.360.833 unit di tahun 2023.
 
Fakta ini menjadi tantangan dalam debat capres – cawapres berikutnya. Padahal, isu sentral dari pangan bukan sekedar kuantitas dan kualitas tetapi sangat kompleks. Oleh karena itu, siapapun pemenang pilpres nanti tidak akan bisa terlepas dari tantangan memacu sektor pertanian pangan demi pemenuhan kebutuhan pangan yang mudah dan murah.
 
Baca Juga: Buku di Era Now

Ancaman lain dalam bentuk El Nino dan La Nina maka dapat disimpulkan memacu pertumbuhan pertanian pangan dan komitmennya terhadap nutrisi pangan juga upaya mempertahankan pasokan menjadi tanggung jawab bersama, baik sektoral atau lintas sektoral. Hal ini secara tidak langsung menuntut adanya ketersediaan pangan secara mudah - murah untuk rakyat agar tetap bisa memenuhi kebutuhan pangan dan nutrisi.
 
Di satu sisi, jumlah kumulatif kemiskinan di republik ini juga menjadi tantangan bagi pemenuhan pangan karena kasus ini terkait dengan daya beli, sementara di sisi lain tidak mengabaikan industrialisasi yang semakin terpuruk akibat terdampak pandemi.  Pemenuhan pangan penting sehingga ketersediaanya secara mudah dan murah tidak bisa diabaikan dan ini menjadi tantangan.
 
Jadi, ancaman El Nino dan La Nina harus bisa diperhatikan agar tidak merugikan  pertanian demi pemenuhan produksi, nutrisi, lingkungan dan sisi kehidupan yang lebih baik.
 
Baca Juga: Batik dan Kerakyatan

Jika dicermati sebenarnya bukan hanya kasus minyak goreng yang ramai dibicarakan, tetapi juga harga beras sebagai komoditas pangan yang banyak dikonsumsi. Padahal, besaran kalkulasi margin perdagangan dan pengangkutan yaitu 20% sehingga ini bisa terkait pasokan - distribusi dan di sisi lain ada tuntutan terhadap kesejahteraan petani.
Mencermati pergerakan sejumlah harga bahan pokok – pangan di akhir 2023 menjadi acuan pemetaan kebutuhan pasokan dan distribusi menjelang nataru.
 
Jadi, belit inflasi Januari – November menjadi acuan melakukan kajian sistematis antisipasi terhadap berbagai kemungkinan terjelek ancaman kelangkaan pasokan dan potensi belit inflasi bahan pangan nasional. Hal lain yang menarik dicermati yaitu ancaman kemungkinan kekeringan yang masih menghantui sejumlah daerah sehingga ini juga sangat rawan terhadap kebutuhan bahan pangan.

Keamanan pangan mengacu pengawasan terhadap keamanan pangan, mutu pangan dan gizi, kegiatan yang harus dilakukan adalah melakukan kajian risiko keamanan pangan dan komunikasi risiko keamanan pangan. Manajemen risiko produk pangan membantu mencegah, mendeteksi dan mengelola risiko bawaan produk pangan bertujuan mengantisipasi munculnya bahaya keamanan pangan sehingga produk pangan bebas dari
kontaminan dan tidak memicu dampak buruk bagi kesehatan serta aman dikonsumsi masyarakat.
 
Baca Juga: Teknologi Menggantikan SDM

Ironi lainnya ketika sektor pertanian pangan kian ditinggalkan yaitu nilai tukar petani justru semakin kecil dan dipastikan ini menjadikan sektor pertanian pangan semakin marginal. Belum lagi komponen pendukung sektor pertanian pangan yang kian tidak bersahabat misal harga pupuk mahal - langka, ancaman hama dan fluktuasi musim hujan - kemarau yang berdampak sistemik bagi hasil panen sehingga ini menjadikan sektor pertanian kian tidak menarik untuk digarap karena tidak menjanjikan profit.
 
Hal lainnya yang juga menarik dicermati yaitu ketidakseimbangan produksi di sektor pertanian untuk memenuhi kebutuhan pangan justru ditutup dengan akumulasi impor pangan yang jumlahnya terus meningkat setiap tahun. Padahal, hal ini semakin
rentan terhadap defisit neraca perdagangan. Jadi, capres – cawapres perlu mencermati kasus di sektor pertanian pangan dan siapapun pemenangnya sangat berkepentingan untuk menjaga ketahanan pangan. ***
 
* Dr Edy Purwo Saputro, SE, MSi - Dosen Pascasarjana di Universitas Muhammadiyah Surakarta
 
 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat