unescoworldheritagesites.com

HIKMAH RAMADHAN: Keteguhan & Keimanan - News

•	Edy Purwo Saputro - Dosen Program Pascasarjana di Universitas Muhammadiyah Surakarta (Ist)

Oleh: Edy Purwo Saputro

:Wa anfiquu fii sabilil-laahi wa laatulquu bi’adaiikum ‘ilat-tahlukali wa ahsinuu innal-laaha yuhibbul muhsinin” (QS : Al Baqarah : 195). Artinya: “Dan belanjakanlah hartamu dijalan Allah SWT dan jangan kamu menjerumuskan ke dalam kebinasaan. Dan berbuat baiklah, sesungguhnya Allah SWT mengasihi orang-orang yang berbuat baik”.

Secara tidak sadar mungkin kita pernah berandai-andai tentang apa yang harus kita makan ketika maghrib nanti yang menandai berakhirnya puasa. Akumulasi terhadap sisi perilaku berandai-andai tadi mendadak sirna ketika kita ada keterbatasan terhadap kemampuan kita untuk memenuhi semua keinginan kita (kalau tidak mau disebut ‘nafsu’). Fakta ini sekaligus menunjukkan bahwa akumulasi nafsu yang tidak terkendali sangatlah membahayakan bagi perilaku manusia.

Oleh karena itu secara teoritis dibedakan antara pemenuhan untuk kebutuhan dan keinginan. Selain itu konseptual terhadap kebutuhan cenderung terbatas dan keinginan cenderung tidak terbatas. Bahkan teoritis pemasaran di era kekinian sangat tegas membedakan antara hasrat (desire), kebutuhan (need), keinginan (want) dan permintaan (demand). Argumen yang mendasari karena pemenuhan semuanya sangat berbeda.

Baca Juga: HIKMAH RAMADHAN: Halal dan Haram

Secara teoritis sisi manajemen terhadap nafsu (baca : me-manage nafsu) bukan suatu yang mudah untuk dilakukan karena pada dasarnya hal ini membutuhkan “format” keteguhan dan sisi keimanan yang kuat. Artinya hanya orang-orang yang teguh dan yang beriman secara penuh yang mempunyai keyakinan kuat untuk dapat mengalahkan dan atau meminimalisasi nafsu negatif. Mereka yang bisa mencapai tahapan ini pada akhirnya mencapai tahapan kerendahan hati. Pastinya, tahapan manusia untuk sukses menjalankan ibadah puasa ramadhan bisa mencapai tahapan ini secara konkret.

Bagaimana kriteria orang yang mempunyai keteguhan dan keimanan yang penuh? Sangatlah susah mendiskripsaikan orang yang mempunyai kriteria ini, tetapi paling tidak kita dapat mengaitkannya dengan perilaku sholatnya. Mengapa demikian karena sholat itu dapat menjauhkan manusia dari perbuatan dosa besar dan juga munkar (QS. Al-Ankabut : 45). Artinya, ada hubungan yang sangat kuat antara perilaku sholat dengan keteguhan dan keimanan seseorang. Pemahaman terkait hal ini tentunya tidak hanya melaksanakan sholat yang wajib tapi juga yang sunnah serta berbagai amalan lainnya untuk memperkuat kadar keimanan seseorang sebagai bentuk bakti kepada Allah SWT.

Baca Juga: HIKMAH RAMADHAN: Mendapat Petunjuk

Meski demikian, fenomena ini tidak sepenuhnya dapat menjadi kriteria yang utama sebab keimanan itu bersifat dinamis yang dipengaruhi oleh beragam faktor dengan berbagai konsekuensinya, yaitu terkadang naik, tapi juga bisa turun yang berarti membutuhkan pemeliharaan secara kontinu. Selain itu, di dalam hadist juga jelas menegaskan bahwa al-iman yazidu wa yanqusu atau iman seseorang bisa bertambah dan berkurang yang dipengaruhi aspek makro (HR. Ibnu Ma’ud dan An Nasai).

Pemahaman diatas menunjukkan bahwa keteguhan dan keimanan tidak saja dapat me-manage nafsu tapi yang lebih penting adalah untuk dapat memperkokoh ke-tauhid-an kita pada Allah SWT. Oleh karena itu akses implementasi puasa Ramadhan harus dipacu agar dapat menumbuhkan keteguhan dan keimanan secara kuat-sistematis. Rentang waktu sebulan ramadhan semoga mampu menjadikan kita umat yang jernih dan bertakwa menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi semua larangan sehingga di akhir ramadhan nanti bisa menyambut kemenangan yaitu takbir lebaran. ***

  • Edy Purwo Saputro - Dosen Program Pascasarjana di Universitas Muhammadiyah Surakarta

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat