unescoworldheritagesites.com

HIKMAH RAMADHAN: Halal dan Haram - News

• Edy Purwo Saputro - Dosen Program Pascasarjana di Universitas Muhammadiyah Surakarta (Ist)

Oleh: Edy Purwo Saputro

: “Ya ayyuhan nabiyyu lima tuharrimu ma ahallallahu laka tabtagi mardata azwajik wallahu gafurur rahim” (QS: At-Tahrim 1). Artinya: “Wahai Nabi mengapa engkau mengharamkan yang dihalalkan bagi mu? Engkau ingin menenangkan hati istri-istrimu? Dan Allah Maha Pengampun, Penyayang”

Salah satu acuan untuk bisa selamat dalam menjalani kehidupan ini yaitu mematuhi yang halal dan menjauhi yang haram. Meski demikian, prakteknya tidaklah mudah sebab setan selalu menggoda untuk melakukan yang haram dan melalaikan yang halal. Bahkan, ada kasus yang kemudian justru menjadikan kita terkecoh antara yang haram dan yang halal. Hal ini terjadi karena kemahiran setan dalam membungkus sesuatu yang haram sehingga menjadi halal dan sebaliknya membongkar yang halal sehingga terkesan menjadi haram. Selain itu, kemajuan teknologi juga sangat memungkinkan setan untuk memanfaatkan semua cara agar kita semakin terjerumus dosa. Terkait ini, kasus selama awal tahun 2023 menjadi pembelajaran bagi kita semua untuk tetap waspada dalam menjalani ritme kehidupan, apapun pangkat dan jabatannya sehingga mampu selamat dari fitnah dunia. Betapa tidak godaan korupsi dan perilaku hedonis seolah menjadi ancaman nyata yang dipertontonkan sejumlah pejabat sehingga mencederai rasa kemanusiaan dan keadilan sosial di republik ini.

Baca Juga: HIKMAH RAMADHAN: Urgensi Amar Ma’ruf Nahi Munkar

Adanya kebimbangan dalam melihat perkembangan hidup dewasa ini maka kita harus lebih berhati-hati dan terus mencari ilmu dengan belajar kepada orang-orang yang ahli. Jika salah memilih maka justru kita akan semakin terkubur dalam ancaman dosa besar. Oleh karena itu kasus guru spiritual beberapa waktu lalu seharusnya menjadi acuan bagi kita semua agar cermat dalam memilih tokoh panutan sebab taruhannya adalah keimanan kita. Artinya, kita haruslah senantiasa belajar, baik itu secara mandiri atau dengan para ahli untuk mengantisipasi kerancuan pandangan keagamaan yang saat ini cenderung terus bercabang dan bisa memicu bias pemahaman. Apa yang terjadi pada potret keperilakuan sosial yang diperlihatkan para aparat pejabat negara harus menjadi pembelajaran agar tidak terjerumus ke dalam perilaku yang bertentangan dengan norma sosial dan norma susila.

Fakta ketika tuntutan dan tantangan hidup semakin berat maka ancaman terhadap perbuatan yang menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal menjadi semakin mungkin. Oleh karena itu, kita semua yang diberi akal oleh Allah SWT harus dapat membentengi semua ancaman tersebut dengan terus meningkatkan keimanan agar jiwa tidak goyah diombang ambingkan penyebar ajaran-ajaran yang menyimpang dari petunjuk Allah SWT. Terkait hal ini, Allah SWT berfirman dalam QS At-Talaq 10 yaitu: “A’addallahu lahum ‘azaban syadidan fataqullaha ya ulil albabil lazina amanu qad anzalallahu ilaikum zikra” yang artinya: “Allah SWT menyediakan azab yang keras bagi mereka maka bertakwalah kepada Allah SWT wahai orang-orang yang mempunyai akal yaitu orang-orang yang beriman. Sungguh Allah SWT telah menurunkan peringatan kepadamu”

Baca Juga: HIKMAH RAMADHAN: Kerahasiaan Individu dengan Allah SWT

Dalam kehidupan ini kita semua menjadi hamba yang akan terus mendapatkan kesempatan memilih apakah menjalankan yang halal atau menikmati yang haram. Pilihan kesempatan tersebut hanya dapat dilalui dengan ritual ibadah sesuai kemampuan kita dan kemampuan itu akan terus diperbaiki melalui akal yang memungkinkan kita berpikir menjadi umat yang cerdas. Kesalahan kecil dalam memahami ibadah bisa berakibat fatal dan karenanya akal kita menjadi muara untuk menentukan mana ibadah yang sesuai petunjuk-Nya dan mana ibadah yang diciptakan agar kita sesat. ***

  • Edy Purwo Saputro - Dosen Program Pascasarjana di Universitas Muhammadiyah Surakarta

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat