unescoworldheritagesites.com

Kenaikan Harga BBM dan Pemangkasan Anggaran Subsidi Angkutan Umum - News

Djoko Setijowarno  (Istimewa )

Oleh: Djoko Setijowarno*

 

SUARAKARYA.ID : Komisi 5 DPR RI tidak mendukung pengembangan angkutan umum perkotaan. Buktinya, *akan memangkas hingga 60 persen* anggaran subsidi operasional angkutan umum perkotaan di 11 kota_

Pemerintah pada Sabtu (3/9/2022) memutuskan menaikkan harga BBM bersubsidi. Harga pertalite naik dari sebelumnya Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10.000 per liter (naik sekitar 31 persen). Harga per liter solar subsidi naik dari Rp 5.150 menjadi Rp 6.800 (naik sekitar 32 persen). Adapun harga pertamax nonsubsidi naik dari Rp 12.500 per liter menjadi Rp 14.500 per liter (naik sekitar 16 persen).

Baca Juga: Berharap Polisi Usut Tuntas Kasus Kecelakaan di Bekasi

Dampak secara langsung adalah kenaikan biaya transportasi, baik umum maupun pribadi. Dampak tidak langsungnya adalah kenaikan pada harga-harga barang yang lain.

Bantalan sosial sebesar *Rp 24 triliun* yang dibangun sebagai dampak kenaikan harga BBM. Adapun bantalan sosial terbagi untuk Bantuan Langsung Tunai Rp 12,4 triliun (20, 65 juta keluarga penerima manfaat dan Rp 600 ribu per keluarga diberikan dua kali masing-masing Rp 300 ribu), Bantuan subsidi upah Rp 9,6 triliun (16 juta pekerja bergaji maksimal Rp 3,5 juta/bulan dan Rp 600 ribu per pekerja diberikan sekali) dan *Subsidi Transportasi Angkutan Umum Rp 2,17 triliun* (sektor transportasi umum dan nelayan diatur oleh pemda).

Pemda diminta menyisihkan Dana Alokasi Khusus (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH) sebesar Rp 2,17 triliun untuk subsidi di sektor transportasi dan perlindungan sosial tambahan. Sektor transportasi akan diberikan untuk bantuan angkutan umum, ojek on line dan nelayan.

Baca Juga: Kondisi Keuangan Pemerintah Makin Tertekan, Menaikan Harga BBM Memang Harus Dilakukan

Jika betul ada bantuan terhadap ojek daring, sementara tidak ada bantuan untuk angkutan bus kota, angkutan perdesaan, AKDP, AKAP, mobil boks dan pengemudi truk, tentu aneh dan sikap pemerintah tersebut sangat ironis. Kalau sopir truk yang membantu kelancaran arus barang mogok, distribusi barang bisa kacau. Namun, kalau pengemudi ojek daring mogok, distribusi barang dipastikan tetap akan berjalan. Dilihat dari peran strategisnya ini, mestinya perhatian pemerintah ditujukan ke pengemudi angkutan umum, baik penumpang maupun barang (Darmaningtyas, 2022).

Pendelegasian anggaran subsidi transportasi umum ke daerah *sangat rawan penyelewengan*. Pasalnya, _data base_ driver _online_ tidak ada. Hingga sekarang pemerintah tidak memiliki data jumlah driver _online_ karena tidak diberikan oleh aplikator. *Transportadi online bisnis gagal*, drivernya kerap mengeluh dan demo.

Dalam kurun waktu 10 tahun kemudian (tahun 2022), angkutan umum penumpang makin berkurang. Angkutan pedesaan, angkutan kota dan angkutan kota dalam provinsi (AKDP) cukup banyak yang hilang. Banyak kota sudah tidak memiliki angkutan perkotaan. Tergerus dengan sepeda motor dan mudah dimiliki. Kendati risikonya angka kecelakaan makin bertambah dan konsumsi BBM juga pasti bertambah. Belum lagi kemacetan dan polusi udara meningkat sejakan dengan bertambahnya kendaraan bermotor.

Sebaliknya, subsidi sebaiknya tidak diarahkan untuk angkutan berbasis online atau ojek daring karena pemberian subsidi dinilai hanya akan menguntungkan aplikator. Sementara pengemudi ojek online sebagai mitra tidak akan merasakan peningkatan pendapatannya karena tergerus oleh potongan-potongan fasilitas aplikasi yang sangat besar

Dari catatan, pendapatan ojek daring rata-rata masih sebatas kurang dari Rp 3,5 juta per bulan. Hal ini tidak sesuai dengan janji para aplikator angkutan berbasis daring pada tahun 2016 yang mencapai Rp 8 juta per bulan

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat