unescoworldheritagesites.com

Ketidakpastian Vs Kenyataan - News

Ahmad Febriyanto (Ist)

Oleh Ahmad Febriyanto

: Sinyal resesi ekonomi menjadi semakin kuat. Hal tersebut semakin terlihat pada proyeksi World Bank pada 2022 bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi hanya akan bertumbuh 2,8% dan pada 2023 akan merosot menjadi 0,5%. Indikator yang kemudian digunakan World Bank untuk memberikan sinyal resesi antara lain adalah dengan melihat kekuatan ekonomi negara maju seperti, China, Amerika, dan negara-negara Eropa.

China sendiri mencatatkan pertumbuhan ekonomi 0,4% (Kuartal II tahun 2022) dan Amerika juga tercatat pertumbuhan ekonomi nya negatif selama dua kuartal berturut-turut dengan catatan PDB adalah negatif 0,9%. Selain itu World Bank juga melihat bahwa pada saat ini bank sentral pada setiap negara sedang berusaha untuk menyelamatkan negaranya dari inflasi dengan menaikkan suku bunga. Sebagaimana The Fed dalam rapat Federal Open Market Committee (FOMC) memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan menjadi 3 hingga 3,25%. Begitu Pula dengan Bank Indonesia yang menetapkan suku bunga acuan menjadi 4,25%.

Baca Juga: Digitalisasi Pertambangan

Pada dasarnya langkah setiap bank sentral dalam menaikkan suku bunga tersebut adalah untuk menekan inflasi yang tinggi. Mengingat pada saat ini dunia sedang menghadapi krisis energi serta keadaan geopolitik yang tidak menentu. Namun pada sisi lain World Bank menyatakan bahwa kenaikan suku bunga seluruh bank sentral dunia akan menjadi pemicu adanya resesi pada 2023.

Jika kemudian melihat keadaan ekonomi Indonesia sendiri tentu dapat diketahui bersama bahwa pada saat ini pemerintah sedang gencar untuk melakukan pemulihan ekonomi pasca pandemi. Hingga kemudian berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa pada triwulan II 2022 ekonomi Indonesia tumbuh 5,44% (Yoy). Namun kembali lagi bahwa Indonesia juga harus bersiap untuk menjawab sinyal daripada World Bank tentang ketidakpastian ekonomi yang akan terjadi. Sebab kemudian dampaknya juga akan dirasakan masyarakat.

Baca Juga: Pariwisata Digital

Sebagai contoh yang telah terjadi adalah kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Terlepas dari pro-kontra yang ada pada dasarnya kenaikan BBM merupakan salah satu strategi pemerintah untuk kemudian mengurangi beban subsidi dan kompensasi APBN yang tiap tahun terus membengkak. Namun jika dilihat pada dasarnya permasalahan energi juga menjadi salah satu penyebab adanya resesi 2023.

Dengan adanya kenaikan BBM maka akan mempengaruhi inflasi serta dampaknya tentu adalah perlambatan ekonomi Indonesia. Sehingga kemudian menjadi tepat jika kemudian pemerintah memberikan bantalan untuk tetap menjaga daya beli masyarakat. Selain itu juga dalam menghadapi resesi pemerintah juga harus menyiapkan skema dan strategi yang tepat. Sehingga kemudian ketika resesi datang baik cepat ataupun lambat setiap risiko yang ada dapat direduksi. ***

* Ahmad Febriyanto – Mahasiswa Fakultas Ekonomi & Bisnis Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat