unescoworldheritagesites.com

Tuntutan Kompetitif - News

Dr Edy Purwo Saputro, SE, MSi - Dosen Pascasarjana di Universitas Muhammadiyah Surakarta (Ist)

 
Oleh: Dr Edy Purwo Saputro, SE, MSi
 
: Daya saing adalah tuntutan dan komitmen karena menyangkut masa depan bangsa. Oleh karena itu tidak ada alasan mengabaikan pentingnya memahami daya saing dan berbagai upaya merealisasikannya.
 
Jadi, menapaki awal tahun 2023 semua pelaku ekonomi bisnis harus mencermati tuntutan daya saing untuk memenangkan kompetisi di era global yang semakin menuntut keunggulan di semua aspek tanpa terkecuali. Terkait realitas ini maka kualitas SDM tidak bisa diremehkan dan kesiapan membangun SDM masa depan harus diperkuat kemampuannya, tidak hanya kuantitasnya semata.
 
Persepsian tentang komponen kesiapan masa depan dalam penilaian daya saing secara tidak langsung juga mengacu kesiapan dan ketersediaan SDM. Persepsian SDM selama ini hanya mengacu kepada kuantitas yang kemudian dianggap sebagai tenaga kerja yang melimpah. Padahal, kuantitas SDM yang ada justru hanya dimanfaatkan sebagai pasar terbesar untuk konsumsi. Meski hal ini tidak bisa disalahkan, tapi persepsian SDM yang memacu daya saing adalah kualitasnya, bukan semata-mata hanya kuantitasnya.
 
 
Oleh karenanya komitmen pemerintah dalam mendorong kualitas SDM melalui keterampilan – skill dan pengembangan SMK patut diapresiasi. Persoalan tentang rendahnya kualitas SDM di Indonesia memang menjadi kendala untuk memacu daya saing, apalagi kualitas itu hanya mengacu kualifikasi lulusan SMP – SMA. Pemahaman ini memberikan suatu gambaran tentang urgensi memacu kualitas SDM termasuk juga mengembangkan model kurikulum dan juga penumbuhkembangan etos kewirausahaan secara berkelanjutan.
 
Belajar bijak dari sukses sejumlah negara yang mencapai daya saing terbaik maka situasi makro ekonomi harus diperhatikan. Betapa tidak, bencana beruntun, depresiasi rupiah, dampak riil dari perang dagang dan memanasnya iklim sospol menuju pilpres 2024 tentu berdampak terhadap geliat ekonomi dan juga komitmennya untuk memacu daya saing.
Apalagi sebentar lagi energi pastinya banyak terkuras untuk pilpres sehingga pengabaian terhadap urgensi memacu daya saing menjadi benar adanya.
 
Padahal, jaminan stabilitas sospol juga menjadi aspek penting untuk mendukung peningkatan daya saing. Energi yang terkuras untuk pilpres pada akhirnya hanya akan memicu sentimen investor karena munculnya persepsian wait and see yang juga bisa  berubah menjadi wait and worry sehingga ini berdampak negatif terhadap perekonomian dan
daya saing nasional.
 
 
Siapapun pemenang dalam pilpres 2024 dipastikan akan berhadapan dengan tuntutan untuk memacu daya saing. Pemetaan dan identifikasi persoalan dan sukses faktor untuk memacu daya saing memang harus dilakukan yang tentu harus juga didukung melalui koordinasi sektoral dan lintas sektoral. Jika negara lain bisa maka tentu Indonesia harus bisa. Jika
AS bisa bangkit pasca krisis keuangan maka Indonesia juga harus bisa lebih berbenah untuk memacu daya saing. Ironisnya, penetapan upah juga rentan terhadap daya saing, padahal tahun ini UMP naik persen yang kemudian ini memicu kontroversi karena dunia usaha dan buruh berbeda pendapat.
 
Di satu sisi, dunia usaha keberatan karena faktor ekonomi makro, situasi sospol dan bencana beruntun, serta dampak dari perang. Di sisi lain, kalangan buruh juga berpendapat agar kenaikan upah bisa selaras dengan inflasi yang berpengaruh terhadap daya beli kaum buruh.
Jika ini tidak ada titik temu maka rentan memicu konflik. Padahal, selama ini buruh dikebiri dan murahnya upah menjadi gincu menarik investor, terutama padat karya. Hal ini menegaskan bahwa upaya memacu daya saing tidak mudah dan butuh konsistensi, bukan korupsi, apalagi korupsi berjamaah. ***
 
* Dr Edy Purwo Saputro, SE, MSi - Dosen Pascasarjana di
Universitas Muhammadiyah Surakarta

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat