unescoworldheritagesites.com

Digitalisasi Pasar Rakyat - News

Ahmad Febriyanto – Mahasiswa FEB Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (Ist)

Oleh: Ahmad Febriyanto

: Smart City menjadi salah satu konsep dimana seluruh tata kelola kota baik pemerintahan, sistem tata kota, sistem ekonomi, hingga masyarakat nya dituntut untuk cerdas. Tentu kemudian hal tersebut juga selaras dengan digitalisasi yang digadang-gadang menawarkan kecerdasan buatan guna mendukung kecepatan, ketepatan, kemudahan, dan kemurahan. Beberapa aspek tersebut seakan dapat dikelola oleh digital. Demikian pula dalam mendukung smart city utamanya pada segi ekonomi atau smart economy.

Dimana smart economy memiliki ciri berupa perekonomian masyarakat yang dapat dengan mudah melakukan akses kepada pasar nasional dan global. Selain itu smart economy bertujuan untuk mampu mendukung aktivitas ekonomi masyarakat dengan meningkatkan sektor unggulan daerah yang dapat adaptif dan responsif pada era digital. Argumentasi tersebut pada dasarnya juga mendukung pasar tradisional untuk kemudian mengadopsi digital. Sebab pasar tradisional merupakan satu wadah dimana kemudian para penjual dan pembeli bertransaksi.

Selaras dengan hal itu Kementerian Perdagangan mendukung dan mendorong program “Digitalisasi Pasar Rakyat”. Tujuannya adalah percepatan 1.000 pasar rakyat untuk menggunakan digital dan 1.000.000 UMKM untuk menggunakan digital. Digitalisasi pasar rakyat atau tradisional juga mendorong produk unggulan daerah untuk dapat go nasional dan go internasional. Beberapa produk potensial yang memang bisa naik kelas terkadang hanya terhalang karena faktor promosi. Tentu harapannya adopsi digital yang mampu memecah batasan ruang dan waktu mampu menjadi solusi.

Baca Juga: Pariwisata dalam Balutan Olahraga

Perdagangan melalui sistem elektronik juga didukung penuh oleh pemerintah guna mendukung kelancaran produk dalam negeri sebagaimana tertera dalam Permendag Nomor 50 Tahun 2020 Pasal 21. Artinya kemudian setidaknya sudah semakin terlihat bahwa pemerintah sudah melakukan dorongan dengan adanya program Digitalisasi Pasar Rakyat serta adanya regulasi yang jelas terkait pemasaran produk dalam negeri menggunakan elektronik. Namun yang kemudian tidak kalah penting adalah mempersiapkan Sumber Daya manusia. Utamanya para pedagang pasar untuk kemudian dipersiapkan dalam transformasi ini.

Sederhananya SDM akan menjadi pemain utama dalam perdagangan ini jika kemudian tidak dapat menggunakan digital dengan baik tentu juga akan menjadi tidak tepat sasaran. Sebab pada dasarnya belum sepenuhnya masyarakat Indonesia mampu menggunakan digital. Terdapat jenis masyarakat high touch dimana lebih memilih transaksi konvensional-manual. Tentu hal tersebut juga harus menjadi perhatian khusus bagi pemerintah. Skema pendekatan yang dibangun untuk memberi literasi digital mungkin dapat diubah. Sebab skema yang ada jika berkaitan dengan konteks literasi tentu akan tercetus ide seminar atau sejenisnya.

Namun harapannya skema pendekatan ini dapat lebih berkelanjutan dan lebih dapat membiasakan masyarakat tipe high touch untuk menggunakan digital sebagai transaksi. Sehingga pemerintah dapat meminta para petugas pasar untuk dapat membantu pedagang high touch untuk menggunakan digital. Tentu akan berbeda dengan seminar atau sejenisnya yang terkadang hanya dibatasi waktu. Dengan bantuan petugas pasar tersebut, maka interaksi akan dapat terjadi setiap hari. Sehingga dimungkinkan akan dapat membentuk kebiasan menggunakan digital.

Baca Juga: Skema Transisi Energi

Bukan suatu hal yang mudah memang beralih menggunakan digital 100 persen. Namun juga bukan suatu hal yang tidak mungkin. Sebab jika melihat penetrasi pengguna internet yang ada dimana pada 2022 setidaknya terdapat 210 juta pengguna internet dari 273 juta penduduk. Artinya sudah 77 persen penduduk menggunakan digital, sehingga data tersebut menunjukkan pasar digital yang potensial. Sehingga juga tepat jika memang pasar tradisional didorong untuk kemudian mengadopsi digital.

Tentunya memenuhi kebutuhan masyarakat yang sudah menuntut mudah, murah, dan cepat. Serta sisi lain mempercepat pengembangan produk-produk potensial yang ada di pasar tersebut. Namun memang proses adopsi yang bertahap juga harus diterapkan. Seperti adopsi bisnis model online to offline (O2O) untuk kemudian pembeli dan penjual tetap dapat bertemu juga dapat dilakukan. Sebab pasar tradisional memiliki ciri hubungan yang kuat antara penjual dan pembeli.

Hubungan tersebut tercipta dari adanya tawar-menawar antara penjual dan pembeli yang berjalan secara natural. Artinya nilai tersebut harus tetap dijaga dan menjadi ciri pasar tradisional, namun juga pasar tradisional harus membuka diri dengan digital seperti promosi digital dan melayani pembayaran cashless. ***

 * Ahmad Febriyanto – Mahasiswa FEB Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat