unescoworldheritagesites.com

Terdakwa Achsanul Qosasi Tidak Dapat Terima Dakwaan JPU - News

Pengadilan Tipikor Jakarta.

: Bekas anggota III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Achsanul Qosasi, menyatakan tidak dapat terima dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Pasalnya, dakwaan itu tidak sepenuhnya sebagaimana dilakukannya.

Achsanul Qosasi didakwa menerima uang senilai 2,640 juta dolar Amerika Serikat (AS) atau sebesar Rp 40 miliar terkait kasus proyek BTS 4G Bakti Komindo. Uang tersebut diterima Qosasi agar dia memberikan hasil wajar tanpa pengecualian (WTP) dalam proyek tersebut.

"Terdakwa Achsanul Qosasi selaku anggota III BPK RI dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain, yaitu menguntungkan terdakwa sebesar 2.640.000 dolar Amerika Serikat (AS) atau sebesar Rp 40 miliar secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya," demikian jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (7/3/2024).

Baca Juga: Penyidik Kejaksaan Agung Jebloskan ke Tahanan Anggota BPK Achsanul Qosasi

Uang tersebut diterima Qosasi dari bekas Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera Windi Purnama yang bersumber dari Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan atas perintah mantan Dirut Bakti Kominfo Anang Achmad Latif.

Penerimaan uang ini berawal ketika Achsanul Qosasi bertugas mengaudit keuangan program Kominfo pada 2020. Salah satunya, Bakti Kominfo yang memiliki program BTS/Lastmile Project berupa pengadaan BTS 4G dan infrastruktur pendukung Kemkominfo Tahun 2021, pengadaan BTS tersebut dilaksanakan dengan skema belanja modal (capex) dan dengan target kumulatif sebanyak 7.904 site, yang direncanakan pembangunan pada 2020 sebanyak 639 site BTS 4G, 2021 sebanyak 4.200 site BTS 4G, 2022 sebanyak 3.065 site BTS 4G sehingga total sebanyak 7.904 site BTS 4G.

Dalam pemeriksaan itu, ditemukan potensi pemborosan atas komponen biaya dalam BoQ kontrak payung sebesar Rp 1.550.604.887.030 (triliun). Lokasi lahan pembangunan BTS belum seluruhnya memperoleh izin IMB dan didukung dengan surat perjanjian pinjam pakai lahan.

Baca Juga: Halal Bihalal AKN III, Achsanul Qosasi : Berikan Kinerja Terbaik Untuk Negara

Pembangunan BTS 4G di Kepulauan Riau belum didukung dengan amendemen kontrak pembelian. Potensi keterlambatan penyelesaian pekerjaan proyek BTS 4G dan potensi pengenaan denda keterlambatan pada paket 1 tahap 1A dan paket 2 tahap 1A.

Jaksa menyebutkan selanjutnya laporan temuan pemeriksaan di PDTT tersebut dituangkan dalam konsep laporan hasil pemeriksaan (KHP) dengan beberapa, yakni perubahan judul dan hilangnya konsep temuan pemeriksaan.

"Bahwa Pemeriksaan LK 2021 yang mengacu pada PDTT 2021, Klausul Kontrak tentang Batasan denda maksimal sebesar 5 persen dari nilai kontrak per site tidak sesuai dengan Perdirut BAKTI Nomor 17 Tahun 2020 pada Pasal 35 ayat (2) yang tidak membatasi besaran denda keterlambatan dan Perpres Nomor 16 Tahun 2018 batasan maksimal denda sebesar 5% telah dihapus dan tidak ada pembatasan atas jumlah hari denda keterlambatan, sehingga pengenaan denda yang harus bayarkan penyedia yang telah dihitung adalah sebesar Rp 819.476.322.097 (miliar)," jelas jaksa.

Atas hasil PDTT 2021 tersebut, kata jaksa, Achsanul Qosasi meminta Anang Achmad Latif menyiapkan Rp 40 miliar.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat