unescoworldheritagesites.com

Penetapan Tersangka Panji Gumilang: Pemerintahan Jokowi Melayani Sentimen Politik Kelompok Konservatif - News

Panji Gumilang  (istimewa )

:  Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri telah menetapkan Panji Gumilang (PG) sebagai tersangka kasus penodaan agama.

Penetapan tersangka dilakukan oleh penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim, setelah melakukan gelar perkara yang dilakukan usai memeriksa Panji Gumilang selama sekitar 4 jam.

Terkait hal tersebut, SETARA Institute menyampaikan beberapa peryataan sebagai berikut.

Pertama, SETARA Institute tidak kaget dengan penetapan PG sebagai tersangka penodaan agama. Meskipun oleh sebagian ahli agama dan akademisi apa yang dinyatakan PG merupakan bentuk kebebasan berpendapat yang lumrah dalam khazanah keagamaan, namun sebagaimana menjadi pola sepanjang pemerintahan Jokowi, langkah ini merupakan cara mudah untuk melayani selera dan sentimen politik kelompok konservatif, terutama di tahun politik.

Kedua, dalam konteks itu, SETARA memandang bahwa pemerintahan Jokowi telah meninggalkan warisan yang buruk bagi kebebasan beragama/berkeyakinan (KBB) dan kebebasan berekspresi di Indonesia.Sepanjang hukum penodaan agama masih digunakan, SETARA Institute memandang bahwa di masa depan akan terus berjatuhan korban kriminalisasi menggunakan pasal-pasal penodaan agama. Dengan memanipulasi otoritas agama, seseorang atau komunitas tertentu akan dengan mudah dikriminalisasi melalui proses yang diklaim pemerintah sebagai penegakan hukum.

Baca Juga: Setara Institute: Surat Edaran MA 2/2023 Tidak Kompatibel dengan Kebinekaan dan Negara Pancasila

Ketiga, SETARA Institute mencatat bahwa sepanjang pemerintahan Jokowi terjadi lonjakan hebat kasus-kasus penodaan agama. Data SETARA menunjukkan, hingga akhir 2022 telah terjadi 187 kasus penodaan agama, dengan rincian; 1) empat kasus pada rentang 1955-1966, 2) empat kasus antara 1967-1998, 3) 0 kasus sepanjang 1999-2001, 4) tiga kasus pada rentang 2002-2003, 5) 54 kasus sepanjang 2004-2013, dan 6) 122 kasus pada rentang 2014-2022.

Keempat, SETARA Institute menilai, penetapan tersangka PG menambah deret pelanggaran KBB dan pelanggaran kebebasan berekspresi pada pemerintahan Jokowi. Presiden tidak bisa mengabaikan fakta ini, bukan saja karena kepolisian dan kejaksaan berada di bawah wewenangnya, akan tetapi menguat gejala ketundukan aparatur pemerintahan pada fatwa MUI yang secara legal bukanlah peraturan perundang-undangan. Meski Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) berulangkali mendesak agar negara anggotanya menghapus hukum penodaan agama dari hukum nasional sebagai salah satu prasyarat negara demokrasi, hingga kini pemerintahan Jokowi selalu tunduk pada pandangan keagamaan MUI dan kelompok keagamaan konservatif.

Baca Juga: Tanggapi Nama Jabatan Menteri dan Wamen, Setara Institute:Reshuffle Kabinet Terburuk di Ujung Kekuasaan Jokowi

Kelima, SETARA Institute mempertanyakan retorika keberlanjutan yang digaungkan oleh pemerintahan Jokowi. Keberlanjutan impunitas dan keberlanjutan pelanggaran HAM, termasuk kriminalisasi dengan menggunakan pasal-pasal penodaan agama, merupakan sisi minor dari retorika keberlanjutan oleh pemerintahan ini. Kriminalisasi PG merupakan penegas bahwa pelanggaran HAM, khususnya pelanggaran KBB dan kebebasan berekspresi, akan berlanjut. 

Pernyataan ditandatangani oleh  Bonar Tigor Naipospos,  selaku Wakil Ketua Dewan Nasional SETARA Institute, dan Halili Hasan, selaku Direktur Eksekutif SETARA Institute.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat