unescoworldheritagesites.com

Kejaksaan Agung Intensif Pengusutan Dugaan Penyimpangan DP4 Tahun 2013 - 2019 - News

Kapuspenkum Kejaksaan Agung Dr Ketut Sumedana

 

: Penyalahgunaan atau penyimpangan penggunaan dana pensiun diduga terjadi pada Dana Pensiun Perusahaan Pelabuhan dan Pengerukan (DP4) tahun 2013-2019. Namun besaran uang disalahgunakan itu belum diketahui secara pasti. Kejaksaan Agung masih menghitung berapa DP4 tahun 2013-2019 yang ditilep.

"Betul kita masih menghitung berapa DP4 yang diselewengkan," kata Kapuspenkum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana, Jumat (17/2/2023).

Namun, tutur Ketut, pihaknya telah mengantongi data-data mengenai kerugian yang diderita salah satu BUMN. Hanya saja belum bisa dipastikan kerugian riilnya.

Penyidik Kejaksaan Agung sebelumnya memeriksa dua saksi terkait kasus penyimpangan dana pensiun (dapen) Pelindo. Bahkan EW selaku Direktur Utama DP4 periode 2011-2016 dan US selaku pihak swasta telah diperiksa Kejaksaan Agung.

Baca Juga: Hasil Kejahatan Helmi Yang Dirampas Dikembalikan Ke Dapen Pertamina

Telah diperiksa pula DN selaku karyawan Dana Pensiun Perusahaan Pelabuhan dan Pengerukan. "Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan DP4 tahun 2013-2019," kata Ketut, Jumat  (10/2/2023).

Dana pensiun (Dapen) BUMN digerogoti sebagaimana halnya uang koperasi simpan pinjam (KSP) bodong. Sebelumnya dapen Pertamina begitu banyak dikorupsi. Selanjutnya uang sekitar 500 karyawan Jakarta Internasional Container Terminal (JICT) yang tergabung di koperasi karyawan (Kopkar) raib. Beberapa orang yang diduga sebagai penilepnya kini diadili di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara.

Sudah begitu lama menjadi anggota koperasi dan dipotong gajinya namun pada saat jatuh tempo uang tersebut tidak ada atau tak dapat didapatkan lagi.

Baca Juga: Puteri Komarudin: RUU PPSK Perjelas Pengawasan Koperasi di Sektor Jasa Keuangan oleh OJK

Sebagaimana kasus Indosurya, koperasi tersebut selama operasinya berhasil menggaet 23.000 nasabah dengan himpunan dana Rp 106 triliun. Ada 6.000 nasabah yang mengalami gagal bayar dengan nilai kerugian Rp 16 triliun. Pencucian uang di balik kasus Indosurya dan koperasi bodong lainnya bahkan lebih mencengangkan lagi.

"Perputaran aliran transaksi koperasi simpan pinjam ilegal sebesar Rp 500 triliun," ungkap Kepala PPATK Ivan Yustiavandana.

Aliran itu berasal dari 12 koperasi simpan pinjam terhitung sejak 2020 hingga 2022. Dari jumlah itu, hampir separuhnya merupakan perputaran transaksi Indosurya. "Total yang kita temukan dalam hasil transaksi saja hampir Rp 240 triliun. Iya terkait 1 kasus itu (Indosurya)," ungkap Ivan.

Aliran transaksi mengalir ke 10 negara. Kebanyakan negara ini merupakan negara suaka pajak atau tax heaven.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat