unescoworldheritagesites.com

HIKMAH RAMADHAN: Urgensi Amar Ma’ruf Nahi Munkar - News

• Edy Purwo Saputro - Dosen Program Pascasarjana di Universitas Muhammadiyah Surakarta (Ist)

Oleh: Edy Purwo Saputro

: “Yu minuna billahi wal yaumil akhiri wa ya’muruna bil ma’rufi wa yanhauna ‘anil mungkari wa yusari‘una fil khairat wa ula’ika minas salihin” (QS: Ali Imran 114). Artinya: “Mereka beriman kepada Allah SWT dan hari akhir, menyuruh berbuat makruf dan mencegah dari yang mungkar dan bersegera (mengerjakan) kebajikan. Mereka termasuk orang-orang saleh”

Siapapun yang menjalankan ibadah puasa ramadhan seharusnya mampu mencegah semua tindakan yang tidak terpuji dan karenanya sangatlah beralasan jika puasa ramadhan menjadi acuan terhadap keimanan seseorang. Betapa tidak, karena tidak ada satupun yang bisa melihat perbuatan seseorang setelah subuh sampai magrib dan karenanya hanya keimanan seseorang yang mengontrol seberapa pantas mereka menyebut dirinya sebagai orang-orang beriman yang diwajibkan untuk menjalankan ibadah puasa ramadhan dan sekaligus terpanggil untuk mendapatkan janji pahala penghapusan dosa selama setahun kemarin.

Baca Juga: HIKMAH RAMADHAN: Kewajiban Berpuasa

Memang tidak mudah bagi semua individu untuk mencapai tahapan perbaikan kualitas dari setiap pergantian ramadhan. Orang yang memandang ramadhan sebagai ritual tahunan maka mereka akan menjalanakan ibadah puasa ramadhan seperti rutinitas biasa dalam pola kehidupannya dan hal ini sangatlah berbeda jika yang melakukan adalah orang-orang yang beriman dan terpanggil untuk melakukannya secara lebih baik. Mereka sangat berharap bisa mendapatkan janji pahala dan surga serta rahmat ampunan dosa-dosanya setahun lalu. Oleh karena itu, mereka yang termasuk golongan ini selalu rindu datangnya ramadhan dan selalu cemas apakah tahun depan masih berjumpa dengan ramadhan lagi. Sukses dari ramadhan juga mencirikan peningkatan ibadah dan mereduksi perilaku negatif, termasuk pastinya perilaku hedonis yang sempat viral sebulan terakhir yang dalam ajaran Islam disebut riya’. Jadi, sukses ramadhan akan mencirikan 2 kategori keiamanan seseorang.

Perbedaan dari 2 kategori tersebut menjadi acuan untuk bisa melihat seberapa besar nilai keimanan seseorang. Oleh karena itu, kehidupan di dunia dibedakan kemanfaatannya untuk 2 kelompok yaitu mereka yang beriman dan juga kafir seperti dalam firman QS: Al-Baqarah 212 : “Zuyyina lil lazina kafarul hayatud dun-ya wa yaskharuna minal lazina amanuu wallazi nattaqau fauqahum yaumal qiyamah wallahu yarzuqu may yasya’u bi gairi hisab”. Artinya: “Kehidupan dunia dijadikan terasa indah dalam pandangan orang-orang kafir dan mereka justru menghina orang-orang yang beriman. Padahal, orang-orang yang beriman berada di atas mereka di hari kiamat dan Allah SWT memberi rezeki kepada yang Dia kehendaki tanpa perhitungan”

Baca Juga: Kemewahan Vs Keresahan

Dari penjabaran diatas menunjukan bahwa puasa ramadhan mampu meredam ego individu dan ini tentu terkait dengan amar ma’ruf nahi munkar. Oleh karena itu, seseorang yang bisa meredam ego, nafsu, emosi dan semua sifat-sifat hewani pada akhirnya mampu mereduksi semua bentuk-bentuk perilaku destruktif yang dapat mengurangi pahala puasa ramadhan. Jika mereka mampu melewati tahapan ini selama 30 hari maka janji Allah SWT tidak lain yaitu rahmat pengampunan dosa dan tentu mereka tidak saja sekedar mendapat lapar dan dahaga. Artinya, puasa ramadhan membentengi seseorang untuk selalu berbuat baik. Di era kekinian ternyata spirit ini menjadi sangat penting sebab perilaku pamer kemewahan dan hedonis seolah menjadi ancaman destruktif terhadap keimanan dan berpengaruh negatif terhadap kecemburuan sosial yang kemudian rentan memacu perilaku kriminal. ***

  • Edy Purwo Saputro - Dosen Program Pascasarjana di Universitas Muhammadiyah Surakarta

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat