unescoworldheritagesites.com

HIKMAH RAMADHAN: Bekerja adalah Ibadah - News

•	Edy Purwo Saputro - Dosen Program Pascasarjana di Universitas Muhammadiyah Surakarta (Ist)

Oleh: Edy Purwo Saputro

: “Wa laa ta’kuluu amwalakum bainakum bilbaathili wa tudlu bihaa ilalhuk-kaami lita’kuluu fariqam-min amwaalin-naasi bil itsmi wa antum ta’lamuun (Al Baqarah : 188). Artinya: “Janganlah kamu makan harta sesamamu dengan cara yang tidak halal, jangan pula kamu bawa perkaranya ke muka hakim dengan menerima sogokan agar kamu dapat memakan sebagian harta oranglain dengan jalan curang”.

Manusia adalah khalifah yang dengan sombongnya berani mengemban tugas berat di alam semesta, sementara makhluk ciptaan Allah SWT yang lain tidak ada satupun yang berani untuk menerimanya karena ada beban tanggung jawab yang besar (QS. Al Ahzab : 72). Oleh karena itu, hal ini sekaligus menjadi tantangan bagi umat manusia untuk terus bekerja demi pencapaian kondisi kesejahteraan.

Baca Juga: HIKMAH RAMADHAN: Keteguhan & Keimanan

Bekerja itu sendiri menurut ajaran Islam adalah ibadah. Meski demikian, hikmah dibalik tuntutan untuk bekerja tetap harus memperhatikan kondisi sosial kemasyarakatan. Artinya, bekerja bukanlah kemudian meniadakan interaksi sosial – kemasyarakatan, tetapi bekerja adalah bagian dari tuntutan untuk membangun komitmen antara sesama, bukan hanya di kantor tapi juga di lingkungan sekitar.

Konsekuensi untuk mengemban amanat berat tersebut maka harus ada suatu upaya untuk mengolah alam sehingga bisa mencukupi dan memenuhi semua kebutuhan yaitu tidak saja kebutuhan jasmani, tetapi juga aspek kebutuhan rohani. Oleh karena itu, ada rangkaian keseimbangan yang tidak lain merupakan acuan untuk memperbesar syukur kepada Allah SWT. Aktualisasi terhadap rasa syukur ini menjadi stimulus bagi pencerahan peribadatan yang lain yaitu tidak saja puasa Ramadhan tetapi juga zakat dan penunaian ibadah Haji (khususnya bagi mereka yang mampu dan terpanggil). Fakta tersebut menjadikan manusia tidak hanya sebagai objek tetapi juga subjek dari manajemen semesta sehingga salah kelola pada akhirnya juga akan merugikan manusia secara keseluruhan.

Baca Juga: HIKMAH RAMADHAN: Halal dan Haram

Meskipun ada tuntutan dan tuntunan untuk bekerja dan beribadah, secara riil kita melihat bahwa perkembangan jumlah penduduk yang semakin pesat juga dan konsekuensi dari akses keterbatasan sumber daya maka wajar jika kemudian terjadi persaingan dan juga kompetisi yang semakin ketat untuk memperoleh pekerjaan dan pendapatan. Artinya, mulai disinilah akses tantangan yang harus diantisipasi agar tidak justru memicu akses negatif dalam bekerja sehingga persepsian bekerja justru menjadi salah dan rancu yang kemudian memicu sengketa dan kecemburuan sosial secara massal.

Akses negatif yang dimaksud yaitu terutama menyangkut perilaku KKN sehingga ini meniadakan kesempatan kepada yang lain untuk memperoleh hak yang wajar dalam sisi proses rekruitmen dan atau proses seleksi lainnya. Artinya, ini secara tidak langsung menjadi penghambat bagi umat untuk memperoleh hidup dan penghidupan. Oleh karena itu, beralasan jika ajaran di Islam menghendaki adanya proses kerja yang sangat terstruktur serta sesuai prosedur yang baik dan benar untuk bisa dipertanggungjawabkan, baik secara duniawi atau juga secara agamis.

Baca Juga: HIKMAH RAMADHAN: Mendapat Petunjuk

Realita terhadap perkembangan dewasa ini maka wajar jika kemudian sementara pihak menegaskan tentang pemberantasan KKN yang secara tidak langsung merupakan acuan pemerataan kesempatan bekerja dan memperoleh akses kehidupan dan penghidupan. Meskipun demikian, dalam prakteknya ternyata memang tidak mudah karena terkadang proses seleksi yang terjadi tetap mengedepankan aspek personal dan karenanya ini harus dicegah. Padahal, reformasi bertujuan mereduksi KKN. ***

  • Edy Purwo Saputro - Dosen Program Pascasarjana di Universitas Muhammadiyah Surakarta

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat