unescoworldheritagesites.com

Hasil Riset: Ternyata Trio Brand Minuman ini yang Sampahnya Terbanyak, Bukan Le Minerale - News

Ilustrasi limbah botol botol  plastik. Foto: istimewa

: Riset anyar Litbang Kompas dan Net Zero Waste Management Consortium membongkar identitas brand-brand minuman ternama yang sampahnya ternyata masih menumpuk di enam kota di Indonesia, termasuk Jakarta, Surabaya dan Medan. Padahal, beberapa dari brand tersebut termasuk yang getol mengiklankan diri sebagai perusahaan ramah lingkungan.

Dirilis pada 22 November 2023, riset menyebut sampah plastik brand minuman ternama itu ditemukan dalam volume yang besar di banyak site, baik di bak/tong sampah, Tempat Pembuangan Sementara (TPS), truk sampah, Tempat Pembuangan Akhir (TPA), badan-badan air, tanah kosong, tepi jalan, pesisir, laut, dan banyak lagi.

Pada kategori sampah kemasan botol plastik, riset menyebut Sprite, Fanta dan Aqua sebagai tiga brand minuman yang sampah botolnya mendominasi pembuangan akhir sampah di Jakarta, Surabaya, Medan, Makassar, Samarinda dan Bali.

Baca Juga: Riset Rekomendasi KLHK: Galon Le Minerale Ramah Lingkungan dan Bebas Senyawa Kimia Berbahaya BPA

Disebutkan dalam laporan riset, dari total 1.930.495 buah sampah plastik yang berhasil diidentifikasi di enam kota, sampah botol Sprite totalnya sebesar 30.171 buah, Fanta 23.654 buah dan botol Aqua 19.684 buah.

Dua brand lainnya, berturut-turut menempati posisi keempat dan kelima, adalah sampah botol Club (16.727 buah) dan sampah botol Coca Cola (11.357 buah).

 

Baca Juga: Hasil Riset: Sampah Kemasan Plastik Kecil yang Sulit Diolah Mendominasi Pembuangan Akhir Sampah

Bila ditotal, total sampah trio brand minuman bersoda (Sprite, Fanta dan Coca Cola) mengalahkan total sampah botol Aqua dan brand kembarannya Vit (9.511 buah).  

"Sampah kemasan produk konsumen ukuran kecil memang selalu jadi masalah terbesar di setiap TPA di enam kota besar tersebut," kata lead researcher Net Zero, Ahmad Syafrudin.

"Meski secara tonase terlihat kalah dari sampah organik rumah tangga, faktanya sampah anorganik seperti kemasan plastik produk konsumen jauh lebih makan tempat dan volumenya selalu besar, mau itu gerobak pemulung, TPS, truk sampah, TPA, pinggir sungai dan sebagainya."

Menurut Ahmad, temuan riset ini mengindikasikan program pengurangan sampah oleh perusahaan-perusahaan pemilik brand belum efektif.

Dalam skema Extended Producer Responsibility atau EPR, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 75 Tahun 2019 mengatur perluasan tanggung jawab produsen atas seluruh daur hidup produknya, terutama terkait pengambilan kembali (take back), daur ulang dan pembuangan akhir sampah produk.

Sekaitan itu juga, pemerintah mengeluarkan kebijakan Up Sizing dimana produsen didorong untuk meninggalkan kemasan ukuran kecil dan beralih ke kemasan dengan ukuran yang lebih optimum untuk mengurangi potensi timbulan sampah.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat