unescoworldheritagesites.com

Bank BNI Diduga Langgar Asas Prudential Banking UU Perbankan, Danai Perusahaan Batubara Rusak Lingkungan - News

Pengamat Perbankan Deni Daruri menyatakan bahwa dengan adanya petisi seharusnya BNI menyusun strategi pembiayaan dari black ke green. (AG Sofyan)

 
SUARAKARYA: PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI kembali menyita perhatian publik dengan kemunculan petisi
 
Paska kasus pembobolan dana nasabah Rp1,2 Triliun oleh Pauline Maria Lumowa yang otak dan pelaku kejahatan tersebut  sudah berhasil di bawa ke tanah air dari persembunyiannya di Serbia, bank pelat merah ini, kini dianggap tidak peduli lingkungan. 
 
Apa pasalnya? Ini karena bank BUMN ini telah mendanai perusahaan batubara  di Sumatera Selatan bahkan diduga ada pengusaha besar batubara yang didanai tanpa agunan.
 
 
Dalam sebuah laporan dari lembaga urgewald yang berbasis di Jerman, BNI tercatat saat ini masih memberi pinjaman ke perusahaan batu bara yang terdaftar pada Global Coal Exit List (GCEL) 2020.
 
BNI diduga mendanai proyek tidak ramah lingkungan hingga mencapai USD 2000 juta selama periode Oktober 2018 hingga Oktober 2020.
 
Menanggapi dugaan tersebut, Pakar Hukum Pidana Universitas Indonesia Eva Achjani Zulfa mengatakan BNI seharusnya mengedepankan asas prudential banking atau proses kehati-hatian karena yang dikelola adalah dana masyarakat.  
 
 
Hal itu dilakukan agar tidak terjadi perbuatan melawan hukum di internal corporatenya. 
 
"Pada dasarnya di dalam lembaga perbankan dikenal adanya asas prudential banking dalam mengelola keuangan serta pembiayaan yang melibatkan bank. Jadi sikap bank harus sangat berhati-hati karena menyangkut dana nasabah," ujarnya kepada wartawan, Senin (9/5/2022)
 
Eva menegaskan jika ditemukan indikasi pelanggaran hukum, maka penegak hukum seperti KPK maupun Kejaksaan harus turun tangan. 
 
 
"Bila hal ini dilanggar ketentuan dalam UU Perbankan mengenai prudential banking ini ada dalam Pasal 49 ayat (2) huruf b, dimana ancaman pidananya minimal 3 tahun dan maksimal 8 tahun (penjara) dan denda maksimum 100 Miliar," ujar Eva. 
 
Sementara pengamat perbankan Deni Daruri menyatakan bahwa dengan adanya petisi tersebut, seharusnya BNI menyusun strategi pembiayaan dari black ke green.
 
"Petisi tersebut bertujuan baik. BNI pun seharusnya menyusun roadmap dan strategi peralihan pembiayaan dari black ke green, untuk memudahkan dan memitigasi berbagai risiko kedepan," kata Deni.
 
 
Kemudian terkait dengan munculnya dugaan adanya pendanaan perusahaan batubara tanpa agunan, Deni menegaskan bahwa perlu adanya transparansi ke publik, sehingga tidak menimbulkan asumsi.
 
"Jika publik tahu belakangan akan berpengaruh terhadap citra perusahaan, kinerja ESG perusahaan juga akan menurun dan dampaknya pasti merugikan perusahaan sendiri," ungkap dia.
 
Terkait masalah tersebut, Deni mengatakan sebetulnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memberikan 12 katagori kegiatan usaha berkelanjutan yang menjadi acuan LJK (Lembaga Jasa Keuangan) untuk melakukan pembiayaan.
 
 
"Namun memang belum ada sanksi ataupun insentif yang diberikan kepada LJK. Perlu adanya pengawasan serta review (sanksi dan insentif) jika ingin pembiayaan berkelanjutan dapat benar-benar berjalan," ujarnya.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat