unescoworldheritagesites.com

Hampir Tidak Ada Pekan Tanpa Diisi Restorative Justice Belakangan Ini - News

Jaksa Agung ST Burhanuddin

 

: Nyaris tiada pekan (minggu) tanpa ada restorative justice diumumkan Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Fadil Zumhana. Hampir setiap Kejaksaan Negeri (Kejari), Kejaksaan Tinggi (Kejati) dari berbagai daerah tingkat II dan tingkat I meminta persetujuan dari Jampidum untuk diberikan restorative justice.

Jaksa Agung ST Burhanuddin sendiri mengklaim mekanisme penyelesaian tindak pidana melalui restorative justice terus dilakukan. Saat ini terdapat ribuan perkara di Indonesia yang telah diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif.

“Sudah sekitar 2.000-an dapat restorative justice,” ujar Burhanuddin di Jakarta, Sabtu (19/11/2022). Namun, upaya penyelesaian perkara di luar jalur persidangan itu dilakukan untuk menangani kasus-kasus ketimpangan yang melibatkan terlapor dan pelapornya.

“Saya melihat ada ketimpangan khusus untuk orang-orang yang harusnya tidak masuk penjara, ini masuk penjara,” kata Burhanuddin.

Baca Juga: Berkat RJ, Susul Menyusul Tersangka Tidak Sampai Dijatuhi Hukuman

Dia juga tak menghitung berapa biaya operasional pengungkapan perkara yang berhasil dihemat ketika menggunakan mekanisme restorative justice. Kejaksaan Agung, katanya. tidak menerapkan keadilan restoratif untuk mengurangi biaya operasional, maupun jumlah narapidana di lembaga pemasyarakatan.

Restorative justice mulai diterapkan pasca diterbitkannya Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan. Jampidum Fadil Zumhana mengungkapkan bahwa restorative justice juga bakal diterapkan pada tindak pidana narkotika. Pedomannya bakal diatur melalui Pedoman Jaksa Agung Nomor 18 Tahun 2021, yang merupakan turunan dari Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020.

Baca Juga: Demi Anak Curi HP, Ade Rangga Akhirnya Peroleh Kebebasan Di Rumah RJ

Mengenai kemungkinan ada penyalahgunaan restorative justice, Burhanuddin mengatakan pihaknya telah membentuk 53 satuan tugas (satgas) untuk mengawasi pelaksanaan mekanisme restorative justice di seluruh daerah di Indonesia.

Keberadaan 53 satgas untuk mencegah jaksa-jaksa nakal memanfaatkan penanganan kasus dengan restorative justice untuk mendapatkan uang atau mencari keuntungan. “Kami mencoba untuk membentuk tim pengawasannya selain fungsional yang ada pada kami, Jaksa Agung Muda Pengawasan, kami juga membentuk Satgas 53. Satgas 53 itu justru untuk mengawasi betul-betul di daerah dan se-Indonesia. Itu yang kami bentuk dalam rangka jangan sampai terjadi dan jangan sampai disalahgunakan,” tuturnya.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat