unescoworldheritagesites.com

Bali Siap Ekspor Buah Naga - News

Hamparan kebun buah naga. (Ist)

BULELENG: Berbicara mengenai Bali sangatlah menarik. Berbagai keindahan alam, keanekaragaman budaya dan potensi hortikultura semua tersaji di sana. 

Selain salak mangsir yang khas, pulau dewata ini, juga berpotensi memroduksi buah naga. Buah naga Bali sebenarnya sama dengan buah naga daerah lain, bedanya adalah proses budidayanya yang dilakukan secara organik. Hal ini identik dengan kebudayaan masyarakat Bali yang alami dan selalu mengutamakan keseimbangan alam dalam kesehariannya.  

Ketut Gede Anom Sayoga dan I Wayan Kantra, pionir buah naga organik di Bali, mampu melihat peluang dan potensi besar pengembangan buah naga di Bali. Mereka berusaha mengubah lahan tandus yang tidak produktif menjadi hamparan kebun buah naga.

Lahan Sayoga terletak di Banjar Batur Sari, Desa Mengwitani, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. Buah naga miliknya sampai saat ini mampu memroduksi 12 - 15 ton per hektare pada saat musim panen Agustus - April dari lahan sekitar 14 ha dengan umur tanaman 5 tahun. Dia menerapkan sistem budidaya yang baik dan benar (Good Agricultural Practices/GAP). Selain itu dia menerapkan budidaya organik dengan memanfaatkan potensi yang ada di sekitarnya. 

Hasilnya, pada tahun 2017, kebun miliknya mendapatkan Sertifikat Organik dari Lembaga Sertifikasi Organik (LSO) terakreditasi.

Berbeda dengan Sayoga, Kantra mampu menghasilkan 50 ton per hektare di luasan 13,5 ha dengan umur tanaman sekitar 8 tahun. Lahan miliknya ini terletak di Desa Bulian, Kecamatan Kubu Tambahan, Kabupaten Buleleng. 

Kantra bersama dengan petani sekitar tergabung di Kelompok Tani Gunung Sari. Dia bersama petani lain mampu mengubah lahan tandus dan kering di Desa Bulian menjadi hamparan kebun buah naga. Kini lahan tersebut berkembang menjadi lokasi agro wisata dan telah memiliki sertifikat organik  Institute for Marketecology (IMO) Control pada tahun 2016 dari perusahaan Swiss. Kantra mengembangkan buah naga merah varietas jenis mawar yang berasal dari Banyuwangi secara bertahap sejak 2011. 

Kantra dan Sayoga memanfaatkan kotoran sapi hasil fermentasi menjadi pupuk organik. Selain mengolah kotoran sapi menjadi pupuk organik, ia juga mampu menghasilkan biogas. 

Pengendalian organisme penggangu tanaman (OPT) di kebunnya menggunakan bahan nabati ekstrak tanaman brotowali, ekstrak daun sirsak, ekstrak lengkuas dan sebagainya. Selain itu, sanitasi lahan dilakukan secara rutin untuk memutus siklus hidup hama. Sulur atau batang tanaman yang busuk dimanfaatkan menjadi makanan ikan dan ternak yang mereka miliki.  

Pengelolaan secara organik dan ramah lingkungan membentuk keseimbangan alami antara hama dan musuh alaminya. 

Peluang pasar ekspor buah naga ke negara maju terbuka lebar. Akan tetapi dalam melakukan ekspor produk buah, tidak lepas dari adanya hambatan ekspor yaitu adanya persyaratan fitosanitari yang mengharuskan produk yang diimpor harus bebas dari OPT karantina negara pengimpor dan aman konsumsi.  

Menghadapi tantangan tersebut, kedua petani pionir didampingi oleh Dinas Pertanian Provinsi Bali, UPTD Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPTPH) Provinsi Bali serta Dinas Pertanian Kabupaten Buleleng terus melakukan peningkatan produk dan mutu baik di lahan maupun di collecting house. 

Salah satu upaya yang dilakukan yaitu melakukan mitigasi penanganan OPT yang menjadi perhatian negara pengimpor, meregistrasi kebun sesuai GAP dan Integrated Pest Management (IPM) serta memperbaiki fasilitas collecting house sesuai standar.

"Kami siap mengawal dan membimbing petani buah naga Bali secara organik dan ramah lingkungan agar produknya ramah lingkungan dan berdaya saing tinggi baik di pasar lokal maupun internasional," tutur Kepala UPTD BPTPH Prov Bali,  Swastika.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat