unescoworldheritagesites.com

Urgensi Dana Desa - News

 

Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, SE, MSi

Alokasi dana desa sejatinya diharapkan untuk bisa membangun daerah dan juga selaras dengan semangat era otda. Ironisnya implementasi otda belum maksimal dan ini ditandai masih tingginya arus balik pasca lebaran.

Sebagai gambaran alokasi dana desa periode 5 tahun sebelumnya yaitu 2015-2019 mencapai Rp.257 triliun dengan penjabaran di tahun 2019 Rp.70 triliun, 2017 dan 2018 sama Rp.60 triliun, tahun 2016 sebesar Rp.46,98 triliun. Alokasi tahun 2015-2019 dibagi rata seluruh desa sebesar 77 persen, sedangkan 20 persen dialokasikan dengan pertimbangan proporsional sebagai tambahan mengacu jumlah penduduk, kemiskinan, kondisi geografis dan luas wilayah dan sisanya 3 persen ditujukan untuk tambahan desa yang berstatus tertinggal.

Implikasi dana desa terlihat dari pembangunan desa untuk sejumlah infrastruktur dasar yang dapat memacu geliat ekonomi di pedesaan dan juga perbaikan taraf hidup dasar di pedesaan. Bahkan sejumlah sentra industri di daerah bisa semakin berkembang selaras dengan komitmen memacu ekonomi kreatif di era otda dengan mempertimbangkan nilai potensi keunggulan berbasis ekonomi lokal. Setidaknya, hal ini terlihat dari tumbuh dan bangkitnya sejumlah BUMDes dengan berbagai kegiatan riil berbasis ekonomi kreatif di berbagai daerah yang memacu keunggulan daya saing. Dari keberhasilan ini diharapkan dapat mereduksi migrasi ke perkotaan melalui arus balik.

Dana desa yang dimanfaatkan  maksimal memang telah menunjukan hasil dan salah satu yang relevan mendapat pendanaan dana desa adalah pengembangan Badan Usaha Milik Desa atau BUMDes. Identifikasi dari pengelolaan BUMDes yang sukses ternyata justru mengarah kepada sektor wisata. Potensi penumbuhkembangan wisata alami dan buatan di era kekinian tidaklah sulit karena media sosial bisa dimanfaatkan untuk menyebarkan informasi wisata. Potensi wisata yang ‘instragramable’ bisa dikemas dengan lebih baik dan disosialisasikan sehingga bisa menarik lebih banyak kunjungan.

Terkait hal ini maka perlu ada tokoh desa dan pioner yang menjadi teladan menumbukembangkan potensi ekonomi di desa, termasuk salah satunya penumbuhkembangan potensi wisata alami dan buatan di desa. Potensi ini sangatlah dimungkinkan karena kini kian berkembang trend wisata olahraga yang areanya cenderung memanfaatkan area pedesaan dengan menjual nuansa hijau dan keramahtamahan warga desa dan sekitarnya. Sukses ini menjadi acuan keberhasilan era otda untuk kedepannya dan diharapkan mereduksi arus balik lebaran.

Sinergi antara alokasi dana desa dan potensi ekonomi - bisnis yang ada di daerah - desa juga didukung penegasan Presiden Jokowi bahwa pembangunan rest area di berbagai ruas jalan tol harus memberikan ruang lebih banyak untuk UMKM dari daerah setempat. Artinya, jangan sampai rest area justru didominasi oleh label produk – jasa yang berada di luar daerah setempat. Kritik pernah disampaikan Presiden Jokowi ketika realitas yang ada justru menegaskan dominasi produk asing yang menghiasi gerai di berbagai rest area di sejumlah ruas tol di Indonesia.

Oleh karena itu kritik ini tentunya harus ditindaklanjuti agar ada semakin banyak ruang untuk eksistensi UMKM sehingga sukses alokasi dana desa benar-benar terealisasi dan memacu geliat ekonomi riil di perdesaan lebih bangkit. Jika ini berhasil maka harapan pemberdayaan desa akan terealisasi dan semakin sejahtera, termasuk esensinya untuk mereduksi ancaman migrasi melalui arus balik pasca lebaran.

Keberhasilan alokasi dana desa tergambar dari pembangunan 1.140.378 meter jembatan, 191.600 km jalan desa, 8.983 pasar desa, 37.830 kegiatan BUMDes yang semakin aktif, pembangunan 4.175 embung desa, 58.931 saluran irigasi dan sarpras lainnya. Implikasi dari sukses alokasi dana desa diharapkan mampu membangkitkan geliat ekonomi di desa sehingga berpengaruh positif terhadap kondisi ekonomi di desa khususnya dan di daerah pada umumnya. Secara tidak langsung dampaknya akan bisa mereduksi kemiskinan dan pengangguran karena terjadi

peningkatan pendapatan dan daya beli. Meskipun demikian pencapaian terhadap itu semua tidaklah mudah dan laporan Bank Dunia pada tahun 2017 memberikan gambaran bahwa alokasi dana desa tidak secara otomatis berpengaruh bagi peningkatan kesejahteraan terutama akibat perilaku belanja yang berbeda. Jadi, memang harus ada review setiap saat dari alokasi dana desa agar bisa lebih tepat sasaran termasuk juga untuk aspek pengawasannya agar dana desa tidak diselewengkan, apalagi di korupsi

Kekhawatiran terhadap penyelewengan tentu beralasan terutama dikaitkan dengan fakta oknum dibalik penyaluran dana desa, apalagi kasus korupsi bansos yang kemarin terjerat OTT KPK. Selain itu, politisasi dari dana desa juga harus dicermati. Kasus di sejumlah daerah pernah terungkap, misal penempelan stiker petahana atau kandidat yang masih ada kekerabatan dengan petahana (politik dinasti). Transparansi dana desa penting agar tidak disalahgunakan pemanfaatannya dan sukses dana desa bisa merealisasikan sukses dari semangat era otda untuk memacu ekonomi di daerah dan mereduksi migrasi. ***

  • Dr. Edy Purwo Saputro, SE, MSi - Dosen Pascasarjana di Universitas Muhammadiyah Solo

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat