unescoworldheritagesites.com

Masih Banyak yang Byarpettt di Desa, Kok Bukan Bagi-bagi Kompor Listrik, Ini Kritik Pengamat Brando Susanto - News

Program pemerintah membagi kompor listrik dikritisi pengamat,  sebagai  program yang tidak tepat dan perlu dikaji ulang.




:  Sejumlah pihak mengkritik rencana pemerintah yang ingin melakukan migrasi penggunaan kompor gas elpiji menjadi kompor listrik.

Sehingga, rencana pemerintah harus perlu dikaji ulang.

Pemerintah bahkan telah membagikan kompor listrik sekitar 300 ribu unit di Bali.

Namun kompor listrik didesain menggunakan Miniatur Circuit Breaker (MCB) berdaya 3.500 watt, padahal rumah tangga miskin masih menggunakan daya 450 VA.

Baca Juga: Transisi Energi, Erick Thohir Kawal PLN Bagikan Kompor Listrik


"Kompor listrik hanya bisa digunakan oleh rumah tangga yang menggunakan daya besar. Bisa dibayangkan program kompor listrik diperuntukkan untuk masyarakat miskin yang sehari-hari mereka menggunakan daya 450 VA," ujar pemerhati dinamisasi energy Brando Susanto, Sabtu (24/9/2022).


Menurut Brando, kompor listrik hanya bisa digunakan oleh rumah tangga yang menggunakan daya besar. ±

Baru-baru ini, muncul polemik atas penghapusan daya listrik 450 VA dinaikan menjadi 900 VA yang pada akhirnya di anulir oleh Presiden Jokowi bahwa pemerintah tidak akan menghapus daya listrik 450 VA.

Baca Juga: Menko Airlangga Akui Konversi Kompor Gas 3 kg ke Listrik tidak Tahun Ini, Uji Coba di Bali dan Solo

Brando  merasa aneh jika terburu-buru pemerintah mendorong bagi-bagi kompor listrik gratis.

Dia mengatakan, pemerintah harusnya fokus berdayakan keadilan Listrik di desa-desa.

"Di desa-desa masih banyak yang byarpettt. Bukan malah bagi-bagi kompor listrik," katanya.
Baca Juga: PLN dan Pemprov Jabar Gelar Lomba Memasak dengan Kompor Induksi, Sejalan Program Jabar Smile

Brando mengatakan, listrik dan elpiji sama-sama produk energi tidak terbarukan dan harganya ditentukan oleh currency luar dan market Internasional. 

Selain itu, menurut Brando, orang Indonesia kebanyakan memasak dengan berbagai bumbu agar sehat dan sedap. 

"Jadi masakan daerah di masyarakat akan kehilangan Cita Rasa Nusantara nya dengan kompor listrik. Jangan hanya ditest perbandingan untuk memasak panas saja dengan kompor listrik," katanya.

Baca Juga: Lebih Praktis, Bersih, dan Kurangi Energi Impor, PLN Terus Ajak Warga Beralih dari Elpiji ke Kompor Induksi

Menurut Brando, kebijakan tidak boleh mengorbankan masyarakat dengan proyek uji coba kompor listrik apalagi bagi-bagi gratisan. 


Dikatakan, gembar-gombor bagi kompor listrik gratis hendaknya jangan  menjadi ajang kampanye di masyarakat.

 Nanti perangkatnya diterima, tapi tidak dipakai sebagai mana mestinya.

Senada dengan Brando, Anggota VII DPR RI Mulan Jameela mengkritik rencana pemerintah yang ingin melakukan migrasi penggunaan kompor gas elpiji menjadi kompor listrik. 

"Ini saya jujur ya, kapasitas saya sebagai anggota dewan dan sebagai emak-emak. Kami di rumah saja punya kompor listrik tetap tak bisa lepas dari yang gas, karena masakan Indonesia ya beda. Bukan (seperti) masalah orang bule yang pancinya seukuran begitu saja," kata Mulan saat rapat di Komisi VII DPR RI pekan ini.

Baca Juga: Koversi ke Kompor Induksi, Warga dan UMKM di Bali Beberkan Keunggulannya

Hal senada juga diungkapkan Ekonom Bhima Yudhistira. Dia menilai masyarakat Indonesia membutuhkan waktu yang lebih lama untuk beradaptasi memasak dengan menggunakan kompor listrik.

Bhima menyebut ini tidak terlepas dari budaya memasak di Indonesia. 

Aspek budaya ini kata Bhima, tidak hanya berlaku bagi masyarakat kelas menengah ke bawah atau miskin.

Melainkan juga kepada rumah tangga kalangan menengah atas.


"Jangankan orang miskin, kelompok menengah atas sebenarnya juga sudah mengenal kompor listrik sejak lama," kata dia.

Baca Juga: Selain Lebih Efisien Dibanding Gas, Arumi Bachsin Bilang Masak Pakai Kompor Induksi Buat Dapur Lebih Bersih



Rumah tangga kelas atas sudah sejak lama mengenal kompor listrik. Beberapa dari mereka pun sudah pernah mencoba menggunakan kompor induksi.

Hanya saja, pada akhirnya mereka kembali menggunakan kompor gas LPG karena kompor induksi kurang kompatibel untuk budaya memasak di Tanah Air.

"Mereka (kalangan menengah atas) nyaman pakai LPG karena proses memasak yang lebih cepat," kata Bhima.

Untuk itu dia menilai rencana pemerintah untuk melakukan migrasi ke kompor listrik perlu dikaji ulang. Dia khawatir masyarakat yang menjadi sasaran dari program ini juga mengalami hal serupa.

"Saya khawatir uji coba dari penggunaan kompor listrik akan kembali lagi pakai kompor LPG karena memasak lebih cepat," ucapnya. ***



Terkini Lainnya

Tautan Sahabat