unescoworldheritagesites.com

Dinilai Tidak Elok dan Tak Mendidik Kalau Sampai Terpidana Pembunuhan Berencana Dapat Rapelan Gaji - News

terpidana Richard Eliezer

 

: Wacana terpidana Richard Eliezer dan terpidana obstruction of justice dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J bakal kembali bertugas di Kepolisian usai jalani hukuman mendapat tentangan keras dari pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto.

Dia bahkan menyebut putusan demosi kepada Richard Eliezer dapat menjadi preseden buruk bagi Polri karena dinilai hanya mengikuti kebijakan populer dari desakan publik. "Putusan demosi KKEP (Komisi Kode Etik Polri) terhadap Eliezer yang juga divonis bersalah dalam pembunuhan berencana menjadi preseden negatif bagi organisasi Polri. Hal itu dikarenakan demosi tersebut hanya sebagai kebijakan populer untuk memenuhi desakan publik," ujar Bambang, Selasa (28/2/2023).

Putusan KKEP untuk Eliezer, kata Bambang, sangat tidak tepat karena tidak sesuai dengan pasal 11 PP 1/2003 tentang Pemberhentian Tidak Dengan Hormat Pelaku Tindak Pidana. "Secara aturan, kalau berpegang pada PP 1 tahun 2003 tentang Pemberhentian Tidak Dengan Hormat pasal 11, sebagai terpidana seharusnya tetap diberhentikan tidak dengan hormat," tuturnya.

Baca Juga: Sidang KKEP Polri Putuskan Pertahankan Richard Eliezer Sebagai Anggota Polisi

Bambang menyebut bahwa tak ada landasan peraturan untuk mengembalikan seorang personel yang sudah dihukum pidana atau terpidana untuk kembali sebagai seorang anggota Polri. Bambang kemudian membandingkan sanksi PTDH (Pemberhentian Dengan Tidak Hormat) untuk polisi yang meninggalkan tugasnya selama 30 hari dengan polisi yang terjerat perkara pidana.

"Memberi sanksi demosi bagi seorang terpidana jelas tidak tepat bahkan menjadi preseden buruk. Seorang yang sudah meninggalkan tugasnya selama 30 hari berturut-turut saja bisa di-PTDH, kok seorang yang dihukum pidana penjara selama lebih dari 30 hari harusnya juga sudah layak di-PTDH," kata Bambang.

Alasannya, tidak dalam rangka tugas atau dinas personel tersebut di dalam penjara. Oleh karenannya, negara tentunya tidak memberi gaji buta.

Richard Eliezer mendapat sanksi demosi dalam sidang Komisi Kode Etik Polri. Dengan demikian, menjadi terbuka peluang Eliezer kembali bertugas sebagai anggota Polri.

Baca Juga: Eksekutor Kejari Jakarta Selatan segera Masukan Terpidana Richard Eliezer ke Dalam Lapas

Demikian pula terhadap terpidana obstruction of justice, Bambang Rukminto mengatakan tidak ada landasan peraturan untuk mengembalikan seorang personel yang sudah divonis pidana atau terpidana untuk kembali sebagai seorang anggota Polri.

Jika berpegang pada PP No 1 tahun 2003 tentang Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) pasal 11, sebagai terpidana seharusnya diberhentikan tidak dengan hormat.

Bambang mengakui, terhadap terpidana (nantinya) kasus obstruction of justice tentu tetap digunakan pasal 11 PP 1/2003 yang juga harus di-PTDH. Pasalnya, PP 1/2003 itu tidak menyebut batasan waktu hukuman. "Seorang personel Polri yang melanggar etik belum tentu melanggar hukum pidana. Tapi seorang terpidana pasti melanggar etik," ujarnya.

Lima (5) dari enam (6) terdakwa obstruction of justice sudah dinyatakan dipecat dari Polri melalui sidang KKEP (Komisi Kode Etik Polri). Kelimanya yakni Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Baiquni Wibowo, dan Arif Rachman Arifin. Kendati demikian, putusan pemecatan kelimanya belum inkrah lantaran masing-masing mengajukan banding. Sementara satu orang lainnya, yaitu Irfan Widyanto masih menunggu jadwal sidang etik untuk dirinya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat