unescoworldheritagesites.com

ST Burhanuddin Ultimatum: Terlibat Mafia Tanah Jabatan Oknum Kejaksaan Langsung Dicopot - News

Jaksa Agung ST Burhanuddin

: Permainan mafia tanah kian menyebar, meluas dan mengganas sampai melibatkan oknum-oknum aparat. Karena itu, Jaksa Agung ST Burhanuddin mengultimatum dan mengingatkan  apabila ada oknum Kejaksaan yang terlibat permainan mafia tanah, dirinya tidak segan untuk mencopot jabatan orang tersebut pada kesempatan pertama kemudian memproses hukumnya apabila terdapat tindak pidananya.

“Hati-hati menangani persoalan tanah, tetap jaga integritas dan marwah sebagai bagian dari Korps Adhyaksa,” kata Jaksa Agung ST Burhanuddin dalam kunjungan kerjanya di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jambi, Jumat (26/8/22).

Dia menyebut ultimatum kepada jajarannya untuk menindak lanjuti arahan Presiden Joko Widodo, dalam kunjunganya ke Jawa Timur yang secara tegas menyampaikan, “bahwa terkait penanganan terhadap mafia tanah harus ditindak secara tegas dan keras.“

Jaksa Agung  mengingatkan persoalan tanah bukan hal yang bisa dipandang sebelah mata. “Kita harus memiliki sensitivitas terhadap masyarakat  bahwa tanah memiliki arti yang sangat penting bagi manusia, karena tanah memiliki nilai ekonomi sekaligus menjadi sumber penghidupan bagi manusia bahkan di beberapa tempat, tanah memiliki satu nilai yang sakral dan religius, ujarnya.

Baca Juga: Kasus Mafia Tanah, 30 Tersangka Dari Oknum Pejabat BPN Hingga Kepala Kelurahan

Burhanuddin menyebutkan berdasarkan data yang diterima tanggal 4 Juni 2022 dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Jambi masih ada 35 persen atau sekitar 875.000 bidang tanah warga yang belum bersertifikat. Itu berarti terdapat potensi permasalahan agraria di Provinsi Jambi yang perlu mendapatkan perhatian.

Jaksa Agung mengaku mendapat sembilan laporan pengaduan terkait dugaan mafia tanah di wilayah hukum Provinsi Jambi. “Berdasarkan hal tersebut, saya perintahkan kepada Kajati beserta Asintel dan Kajari beserta Kasi Intelijen agar memaksimalkan pantauan melalui operasi intelijen guna memastikan apakah laporan pengaduan tersebut muncul karena keberadaan mafia tanah atau tidak,” katanya.

Dia menginstruksikan untuk mengenali cara operasi mafia tanah. Hal itu  sekaligus melatih kepekaan terhadap fenomena yang terjadi di wilayah hukum masing-masing seperti melalui pemalsuan dokumen, pendudukan ilegal atau tanpa hak (wilde occupatie), mencari legalitas di pengadilan, rekayasa perkara, kolusi dengan oknum aparat untuk mendapatkan legalitas, kejahatan korporasi seperti penggelapan dan penipuan, pemalsuan kuasa pengurusan hak atas tanah, melakukan jual beli tanah yang dilakukan seolah-olah secara formal, dan hilangnya warkah tanah.

“Tolong diperhatikan bahwa penanganan mafia tanah ada dalam atensi saya,” ujarnya mengingatkan.

Burhanuddin lebih lanjut mengatakan, Kejaksaan RI merupakan lembaga pemerintah yang menjalankan fungsi kekuasaan kehakiman, khususnya di bidang penuntutan serta wewenang lain berdasarkan undang-undang yang dilaksanakan secara merdeka dari pengaruh kekuasaan pihak mana pun.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI mengatur kewenangan Kejaksaan dalam bidang hukum pidana antara lain: 1. Melakukan penuntutan, melaksanakan penetapan hakim, dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; 2. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat; serta 3. Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang, melakukan mediasi penal dan lain-lain.

Baca Juga: Polisi Akan Bidik Pejabat BPN Tersangka Mafia Tanah dengan UU Tipikor

Kewenangan Kejaksaan di bidang penegakan hukum pidana harus mampu mewujudkan cita dan tujuan hukum yakni menciptakan keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum bagi masyarakat, bangsa dan negara. “Untuk  mencapai dan menyeimbangkan ketiga tujuan hukum tersebut, Kejaksaan harus mampu menyerap nilai-nilai yang terkandung baik dalam hukum tertulis yang berlaku, maupun hukum tidak tertulis yang hidup dan berkembang, di tengah masyarakat secara dinamis,” tuturnya.

Jaksa Agung juga mengingatkan bahwa fokus pembangunan hukum di Indonesia saat ini sudah mengarah pada upaya meninggalkan paradigma penegakan hukum pidana yang bersifat retributif, dan menuju ke arah paradigma hukum yang bersifat restoratif dan rehabilitatif. Pergeseran paradigma tersebut, menjadi tepat untuk didorong oleh Kejaksaan, dalam korelasinya dengan fungsi Jaksa selaku dominus litis atau pengendali perkara.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat