unescoworldheritagesites.com

Prof Muzakir Ingatkan Komnas HAM Jangan Masuk Ranah Penyidikan Kepolisian Terkait Kasus Brigadir J - News

Ferdy Sambo

: Ahli psikologi forensik, Reza Indragiri menilai dugaan gangguan kejiwaan mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo bukannya meloloskan dirinya. Malah bisa membuat hukumannya semakin berat dengan alasan dia dianggap sebagai pelaku kriminal yang sangat berbahaya. 

Menurut Reza masalah kejiwaan yang disebut-sebut dialami Ferdy tak bisa dikategorikan sebagai masalah yang membuat dia bisa mendapatkan keringanan hukuman.  "Gangguan kejiwaan mungkin saja, tapi hal itu bukan membuat FS lolos. Apalagi kalau masalah kejiwaan yang dimaksud adalah psikopat seperti kata Komnas HAM, justru hal itu mendorongnya diklasifikasikan sebagai kriminal yang sangat berbahaya," kata Reza, Rabu (14/9/2022).

Bisa jadi Ferdy Sambo memiliki kepribadian Machiavellinisme yang manipulatif, pengeksploitasi, dan penuh tipu muslihat. Hal itu justru memungkinkannya untuk dimasukkan dalam penjara dengan keamanan super maksimum.

"Kriminal-kriminal semacam itu sepatutnya dimasukkan ke penjara dengan level keamanan supermaksimum," ujarnya.

Reza mengingatkan Komnas HAM untuk berhati-hati pada statemennya. Riset mutakhir menunjukkan bahwa psikopati bukan berakar pada psikologi, tapi pada adanya bagian otak yang memang berbeda dari orang-orang non psikopat.

Baca Juga: Deolipa Yumara Ancam Gugat Komnas HAM Jika Tak Cabut Dugaan Kekerasan Seksual

Reza mengkhawatirkan hal ini dijadikan bahan pembelaan diri. "Terkodratkan demikian, ini malah bisa menjadi salah satu bahan pembelaan diri," tuturnya.

Dugaan bahwa Ferdy Sambo mengalami gangguan kejiwaan dilontarkan oleh Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik. Dia mengungkapkan bahwa pihaknya menduga bahwa Sambo mempunyai masalah kejiwaan hingga melakukan pembunuhan kepada Nofriyansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

Pakar hukum pidana Profesor Mudzakir juga menilai rekomendasi Komnas HAM, terkait hasil penyelidikan pembunuhan Brigadir Nofriyansah Josua Hutabarat atau Brigadir J adalah salah satu bentuk inkonsistensi. “Komnas HAM melampaui wewenangnya. Komnas memiliki wewenang guna melakukan penyelidikan dugaan pelanggaran HAM berat, tetapi dalam aktivitasnya lebih bertindak sebagai penyidik,” ujarnya, Rabu (14/9/2022).

Sebelumnya Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik menyatakan ada dugaan orang ketiga turut melakukan penembakan terhadap Joshua, Senin 12 September 2022. Bahkan rekomendasi Komnas HAM yang disampaikan ke pihak Kepolisian menyebut indikasi ada pelecehan seksual.Padahal, Bareskrim Polri telah terlebih dahulu menerbitkan Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan (SP3) dengan alasan tak ditemukan pelecehan seksual.

Baca Juga: Komnas HAM dan Komnas Perempuan Ingin Hak-Hak PC Dihormati, Minta PC Terbuka dan Jujur

Guru Besar Universitas Islam Indonesia (UII) itu menambahkan, jika Komnas HAM sedari awal telah mengetahui tidak ada pelanggaran HAM berat, seharusnya agar membatasi diri dan tak masuk ranah penyidikan kepolisian.

Apalagi kata dia, menggunakan kata “harus dilakukan penyelidikan” adanya dugaan pelecehan seksual yang kemudian berubah menjadi pemerkosaan dari pihak Komnas Perempuan yang diamini Komnas HAM.

Buktinya, kata Mudzakir, sampai dengan hari ini belum petunjuk atau alat bukti mencukupi untuk disimpulkan adanya pelecehan seksual, termasuk adanya dugaan orang ketiga yang melakukan eksekusi terhadap Brigadir J.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat