unescoworldheritagesites.com

Pernyataan Kajari Pontianak Terkait Tak Dieksekusinya Terpidana Korupsi Ditentang Advokat - News

advokat Herawan Utoro

: Penasehat Hukum pemilik Tongkang Labroy 168 PT Surya Bahtera Sejati (SBS), Herawan Utoro menentang penjelasan Kajari Pontianak Wahyudi.  Alasan, penjelasan Kajari  bertentangan dengan tupoksinya.

“Kita heran dengan penjelasan Kajari Pontianak, yang tidak mengeksekusi putusan Mahkamah Agung (MA) berkekuatan hukum pasti untuk tiga terpidana hanya karena seorang terdakwa dibebaskan hakim, " ujar advokat Herawan Utoro didampingi Theresia MS Pessy juga penasihat hukum PT SBS pemilik Kapal Tongkang Labroy 168.

Herawan Utoro menyakan bahwa sikap Kajari Pontianak tidak mengeksekusi terpidana MThomas Benprang, terpidana Danang Suroso dan terpidana Ricky Tri Wahyudi dikarenakan adanya perbedaan putusan MA. Seorang terdakwa Sudianto yang dinyatakan tidak terbukti bersalah dan dibebaskan hakim.

“Putusan kasasi MA terhadap ketiga terdakwa pada tanggal 20 April 2021, mengabulkan permohonan kasasi Penuntut Umum. Malah mejatuhkan hukuman 5 tahun pidana penjara, dan pidana denda Rp200 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan kuringan selama 3 bulan. Jaksa selaku eksekutor seharusnya sudah langsung mengeksekusi ketiga terpidana,” kata Herawan Utoro, melalui siaran persnya, Senin (21/11/2022).

Baca Juga: Terpidana Tak Dieksekusi, Adakah Oknum Terima Aliran Dana?

Herawan Utoro mepertanyakan tujuan dari Kejari Pontianak melakukan upaya hukum kasasi kalau toh setelah dipidana lima tahun penjara ketiga terpidana tidak dimasukan ke dalam penjara selaku eksekutor. "Jadi muncul pertanyaan, ada apa? Kok jaksa selaku eksekutor tidak laksanakan tugasnya,mengeksekusi," ujar Herawan Utoro.

 Advokat Theresia MS Pessy SH menambahkan bahwa putusan kasasi MA terhadap ketiga terdakwa tersebut telah mengabulkan melebihi tuntutan JPU yang sebelumnya hanya menuntut ketiga terdakwa  masing-masing dijatuhi pidana penjara selama 1 (satu) tahun 7 (tujuh) bulan dan pidana denda sejumlah Rp 100.000.000 juta subsidair 3 (tiga) bulan kurungan.

“Tupoksinya JPU mengajukan tuntutan dan melaksanakan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. JPU seharusnya memprioritaskan pelaksaan eksekusi pidana Tipikor,” ujar Theresia MS Pessy.

"Mengeksekusi putusan Pengadilan Tipikor harusnya diprioritaskan. Hal itu sesuai ketentuan dalam Undang-undang Pemberantasan Tipikor. Bahkan salah satu dari 7 Program Kerja Prioritas Kejaksaan RI sesuai program Jaksa Agung ST Burhanuddin," kata Theresia.

"Namun faktanya Kajari Pontianak justru memberikan keistimewaan kepada ketiga terdakwa Tipikor. Pertama untuk tidak menjalani pidananya dan kedua untuk melayani pengajuan permohonan Peninjauan Kembali (PK),” ungkap Theresia.

Baca Juga: Buronan Terus Diburu, Terpidana Robianto Idup Tak Dieksekusi

Dia menekankan bahwa adanya permohonan PK yang diajukan ketiga terpidana tidak menangguhkan eksekusi. Kajari Pontianak harus memprioritaskan eksekusinya. Jika beralasan belum dilaksanakan eksekusi karena belum menerima salinan putusan kasasi yang lengkap adalah suatu yang tidak masuk akal. Sebab untuk melakukan eksekusi cukup dengan petikan putusan.

"Sekarang kita balik bertanya, bagaimana dengan eksekusi barang bukti Rp4,7 miliar? Kenapa itu bisa dieksekusi? Bagaimana pula dengan pengajuan PK ketiga terpidana? Ketiga terpidana itu mengajukan PK menggunakan apa?” tanya Theresia.

Panitera PN Pontianak Syuadi sendiri mengakui sudah menerima berkas Bundel A berikut salinan putusan ketiga terpidana Tipikor sejak Juni 2022. “Pihak Kejari Pontianak sendiri menangguhkan  eksekusi ketiga terpidana Tipikor menunggu putusan PK? Aturannya dari mana itu?” tanya Theresia.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat