unescoworldheritagesites.com

Kejaksaan Bakal Langsung Proses Jika Ada Laporan Jual Beli Restorative Justice - News

Kapuspenkum Kejaksaan Agung Dr Ketut Sumedana

 

: Setiap perselisihan yang tidak bisa didamaikan biasanya langsung dibawa ke pengadilan dengan harapan akan ada putusan hukum. Realitanya hampir setiap putusan hukum oleh pengadilan tidak dapat dikatakan adil bagi semua pihak. Norma-norma keadilan, kepatutan dan bahkan kebenaran pun semakin kabur dan sulit untuk dipahami para pelakunya.

Keadilan milik semua (manusia). Tak perduli kaya dan miskin.Tak perduli apapun jabatannya. Tak perduli siapapun orang tuanya. Persamaan di hadapan hukum, equality before the law, demikian terus digaungkan.

Namun itu teori, beda dengan praktik. Dalam kenyataannya teori seringkali tidak terwujud. Penegakan hukum  diibaratkan sebilah pisau, “tajam ke bawah, tumpul ke atas.” Keadilan hanya milik orang kaya, bukan orang miskin.

Faktanya, hukum sejak semula selalu mengandung potensi untuk cenderung memberikan keuntungan kepada mereka dari golongan yang lebih mampu secara financial. Sementara hukum itu tidak adil terutama bagi masyarakat miskin dan tak mampu.

Baca Juga: ST Burhanuddin: RJ Berkembang Sebagai Alternatif Penyelesaian Perkara Pidana Umum

Negara kita dicanangkan sebagai Negara Hukum. Maka dengan sendirinya hukum sebagai panglima dan masyarakat harus menjunjung tinggi supremasi hukum. Agar dapat memberikan rasa keadilan bagi masyarakat, Kejaksaan RI pun menyiasatinya dengan melahirkan restorative justice (RJ).

Warga masyarakat yang bersengketa pidana berusaha didamaikan. Kerugian saksi korban dikembalikan tersangka atau pelaku seraya meminta maaf. Tiada dendam, amarah, semuanya diselesaikan dalam suasana bersalam-salaman dan maaf memaafkan.

RJ pun semakin berkembang dan diminati. Di hampir setiap Kejaksaan Tinggi (Kejati) kini dibentuk Rumah Keadilan. Sudah ribuan pula perkara pidana yang selesai tanpa ada yang dituntut dan dijatuhi hukuman.

Baca Juga: Berkat RJ, Susul Menyusul Tersangka Tidak Sampai Dijatuhi Hukuman

Namun, kini menjadi ada dugaan-dugaan.  Anggota Komisi III DPR Fraksi PKS Komjen Pol (Purn) Adang Daradjatun mengungkap adanya praktik jual-beli RJ. Walaupun tidak dibeberkan secara rinci, jika hal itu benar alangkah naifnya oknum penegak hukum yang mau menyalahgunakan RJ yang sebelumnya dinilai bagus dan solutif.

“Pak Adang Daradjatun sebagai anggota Komisi III, sangat kami hormati dan apresiasi karena itu adalah sebagai bentuk pengawasan parlemen, khususnya kepada kami sebagai mitra strategis. Namun Pak Adang tidak menyebut secara spesifik di instansi mana yang dimaksud melakukan praktik jual-menjual RJ,” ujar Kapuspenkum Kejaksaan Agung Dr Ketut Sumedana,  Jum'at (20/1/2023).

Ketut mengaku senang jika ada yang melaporkan temuan praktik jual beli program RJ. “Kami sangat senang apabila ada masyarakat, birokrat, atau anggota dewan, siapa pun mereka, jika melaporkan adanya penyalahgunaan wewenang, apalagi yang kaitannya dengan RJ (restorative justice), pasti akan kami tindak, dan Pak Jaksa Agung sangat concern dan sangat care tentang hal tersebut,” ujarnya.

Ketut menuturkan penyelesaian perkara dengan restorative justice memiliki syarat utama, yakni perdamaian dan pemaafan dari korban. Selain itu, kata Ketut, pelaku yang diberi restorative justice masuk kategori tidak mampu secara ekonomi. “Alias karena terdesak kebutuhan ekonomi melakukan tindak pidana,” tuturnya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat