unescoworldheritagesites.com

Etos Arus Balik - News

Dr Edy Purwo Saputro, SE, MSi,  Dosen Pascasarjana di Universitas Muhammadiyah Surakarta (Ist)


Oleh: Dr Edy Purwo Saputro, SE, MSi 

: Lebaran telah usai dan kini saatnya kembali ke perantauan untuk  mendulang cuan lewat berbagai pekerjaan dan profesi. Tentu ada banyak harapan dari para pendatang baru dari daerah asal untuk mengadu nasib demi perubahan taraf kesejahteraan dan kehidupan di perantauan. Kisah sukses para perantau tentu tidak asing lagi meski banyak juga ragam kisah pilu para perantau.
 
Ironisnya, yang menjadi etos arus balik adalah kisah sukses itu dan pastinya ini menjadi gulali untuk menarik sebanyak mungkin para perantau memacu peraduan nasib di perkotaan dan di perantauan. Bahkan, sejumlah kisah kelam perantau tidak bisa terlepas dari minimnya bekal, bukan hanya dari bekal materi, modal, tapi juga bekal pengetahuan. Artinya, banyak juga perantau yang hanya bonek mengadu nasib di perkotaan dan  perantauan. Ibarat lagu pop adalah “Pulang Malu Gak Pulang Rindu”.

Kisah kelam perantau yang gagal di perkotaan dan perantauan bisa berdampak sistemik bagi perkotaan itu sendiri. Betapa tidak, jika ini tidak ditangani maka bisa berakibat fatal  termasuk misalnya konflik sosial – horizontal. Sejumlah fakta telah membuktikan yang kemudian menjadi pembelajaran untuk mereduksinya.
 
Baca Juga: Euforia Mudik
 
Terkait hal ini, data Kementerian Perhubungan menyebut bahwa daerah tujuan utama arus mudik lebaran 2024 yaitu Jawa Tengah (61,6 juta atau 31,8%), Jawa Timur (37,6 juta atau 19,4%) dan Jawa Barat (32,1 juta atau 16,6%). Data pada 2014 arus mudik sebanyak 23 juta orang, 2015 (23,4 juta), 2016 (18,6 juta), 2017 (18,6 juta), 2018 (19,5 juta), 2019 (18,3 juta), 2020 (pandemi 294 ribu), 2021 (pandemi 1,5 juta), 2022 (8,5 juta), dan 2023 lalu 123, 8 juta pemudik. Pada lebaran 2024 prediksi arus mudik mencapai 193,6 juta orang atau naik 71,7% dari total jumlah penduduk Indonesia.

Fluktuasi arus mudik dan balik menjadi catatan penting bahwa migrasi bukanlah sekedar perpindahan orang dari satu daerah ke daerah lain tapi juga uang dan barang. Terkait ini, Bank Indonesia (BI) menyiapkan uang tunai Rp 197,6 triliun untuk Ramadhan dan Idul Fitri 2024. Besaran uang yang diedarkan untuk penukaran uang lebih tinggi 4,65% dari Ramadan dan Idul Fitri tahun 2023 sebesar Rp 189 triliun.
 
Argumen yang mendasari yaitu mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi dan penggunaan digital. Perbandingan sebelumnya BI menyiapkan uang tunai Rp 195 triliun untuk kebutuhan Ramadhan dan Idul Fitri tahun 2023. Jumlah itu meningkat 8,22% dibanding tahun 2022 sejalan dengan meningkatnya geliat ekonomi dan jumlah pemudik yang bertambah.
 
Baca Juga: Iklim Kondusif

Betapa kalkulasi migrasi benar-benar angka yang sangat fantastis sehingga beralasan di era now ternyata arus mudik bukan sekedar ekspo keberhasilan para perantau tetapi juga spirit untuk membangkitkan perekonomian di daerah melalui berbagai kegiatan bisnis – ekonomi yang prospektif. Hal ini bisa dilihat dari geliat usaha rumah tangga, misalnya peternakan dan pertanian, terutama hewan ternak dan pertanian tradisional. Meski proses yang dikembangkan itu terkadang masih kurang maksimal tetapi setidaknya arus mudik memberikan prospek terhadap perbaikan kehidupan ekonomi bisnis di daerah asal untuk membangun investasi dan kemudian bisa menjadi etos pulang kampung setiap tahunnya.

Fakta yang ada memberikan gambaran betapa sukses para perantau menjadi gincu untuk menarik sebanyak mungkin calon perantau untuk mengadu nasib dan merubah hidup di perkotaan dan juga perantauan. Apapun yang terjadi fakta etos arus balik memang selalu lebih tinggi dibanding arus mudik sehingga ini menjadi catatan penting untuk memantau di
perkotaan dan daerah perantauan. Setidaknya agar tidak terjadi riak konflik horizontal terutama antara warga asli vs pendatang.
 
Pelajaran menarik dari sejumlah konflik adalah kesuksesan perantau vs warga asli secara ekonomi – bisnis, padahal sukses itu tidak bisa terlepas dari etos kerja dan spirit kerja yang dilakukan. Jadi, bukan sekedar warga asli vs pendatang. Artinya siapapun orangnya pasti akan mendapatkan hasil sesuai dengan fakta yang diusahakan dan dikerjakannya. ***
 
* Dr Edy Purwo Saputro, SE, MSi - Dosen Pascasarjana di Universitas Muhammadiyah Surakarta
 
 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat