unescoworldheritagesites.com

Mengapa Baru Sekarang Ridwan Kamil Masuk Parpol - News

Justin Djogo, MA.MBA (AG Sofyan )

 
Oleh Justin Djogo,MA.MBA
 
: Meskipun tidak spektakuler namun cukup menimbulkan banyak teka-teki, terkait  masuknya  Ridwan Kamil (RK) atau lazim disapa Kang Emil ke Golkar pekan ini di tahun penuh ketidakpastian pencapresan, khususnya  bagi Golkar,  dalam hal ini Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto (AH) yang masih jauh dari batas "optimisme" elektabilitas agar Koalisi Indonesia Bersatu (KIB)mencapreskannya, memunculkan beberapa catatan.
 
Memang hasil survey bukan acuan utama bagi penentuan pencapresan.
 
Momen RK langsung diberi karpet merah menjadi Wakil Ketua Umum (Waketum) DPP Partai Golkar, tentu ini sebuah kejutan bagi publik namun juga bisa jadi tanpa sadar menimbulkan ketidaknyamanan internal Golkar. Terkait kaderisasi dan slogan "sakral" Golkar yakni PDLT atau lebih terkenal dengan sebutan Pengabdian, Dedikasi, Loyalitas, Tidak Tercela.
 
 
Hal ini bukan tanpa alasan, karena ada contoh terbaru adalah adegan loncat indah abang Tuan Guru Bajang Muhammad Zainul Majdi, mantan Gubernur NTB 2 periode, yang berlabuh di Parpol lain. 
 
Padahal baru diberikan jabatan tinggi di Golkar belum genap 2 tahun. Ini memang hak setiap orang untuk masuk keluar partai. Tidak dilarang berbuat seperti bang TGB dan tokoh lainnya. 
 
Seperti ada kekhawatiran,  suara yang penuh tanda tanya, dan bergumam..."Mestinya biarkan RK masuk Golkar tanpa karpet merah dan jabatan Waketum karena di tahun -tahun belakangan ini kader militan Golkar dari DPP sampai DPD sudah berjibaku memperjuangkan bendera Golkar agar makin berkibar dan menaikkan elektabilitas figur Ketumnya untuk pencapresan 2024."
 
 
Kalaupun itu hanya sebatas seremoni penerimaan karena RK adalah tokoh birokrat dan Gubernur Jawa Barat (Jabar) ya itu sah-sah saja. Tetapi tidak langsung diberi jabatan Waketum. 
 
Ini pun tidak salah, karena elit Golkar sudah mempertimbangkan ketokohan RK dengan jabatan  yang langsung disematkan kepadanya di detik ketika RK diumumkan menjadi kader Golkar.
 
Lumayan tidak lazim tapi inilah politik.
 
 
Namun, apakah RK nanti membawa kenaikan elektabilitas bagi pencapresan Ketum AH, dan menambah kantong suara Golkar.
 
Rasanya hal itu seperti jauh pangggang dari api dan akan kita saksikan di beberapa bulan yang akan datang. 
 
Bisa saja RK sangat yakin dengan keberhasilannya menjadi Wali Kota Bandung dan Gubernur Jabar. Ini pula yang membuat Golkar menaruh harapan besar di punggung beliau.  Namun ketokohan RK sebagai Gubernur Jabar tidak serta merta paralel akan mendongkrak elektabilitas Ketum Golkar dan menambah kantong suara Golkar.
 
 
Ada bahkan celetukan dikhawatirkan bahwa justru nanti elektabilitas RK-lah yang terus menanjak dan bisa saja menjauhi Ketumnya sendiri.
 
Apakah para elite Golkar tidak berprediksi seperti ini. Jika ini terjadi maka masuknya RK tidak berdampak signifikan bagi Ketum Golkar. 
 
Namun dari perspektif positif, masuknya RK justru akan meramaikan bintang baru di panggung politik elit Golkar. Ada alternatif jika terjadi kebuntuan mencari tokoh internal Golkar untuk disandingkan dalam suksesi kepemimpinan nasional kelak.
 
 
Lebih mulia lagi adalah sikap negarawan Ketum AH yang menerima dengan lapang dada RK, meskipun dari kalkulasi riil politik, RK adalah kompetitor Ketum Golkar.
 
Tapi, mari kita menatap sejenak riak politik di tahun 2023 yang sangat dilematis bagi parpol dan pimpinannya. 
 
Kalau mengamati latar belakang RK yang berpikir sangat pragmatis, ini adalah kekhasan sebagai insinyiur dan teknokrat birokrat pada umumnya. Karena itulah mengapa RK baru mau masuk parpol bernama Golkar. 
 
 
Pragmatis karena memang persis di tahun politik yang sedang menimang capres dan cawapres.
 
Bagi RK, walikota dan gubernur sudah diarungi...kenapa tidak yang lebih tinggi lagi...minimal menjadi menteri di 2024.
 
Jika ternyata sampai April 2023, misalnya, hasil survey elektabilitas Ketum AH masih di urutan buntut dari kompetitornya dari parpol lain, apakah Golkar akan memecatnya karena di awal pernyataannya berjaket kuning, RK bersuara tegas dan nyaring bahwa RK akan berjuang menyukseskan pencapresan Ketum AH. 
 
 
Tidak mungkin memecat RK. Karena, kita tidak bersandar pada hasil survey, namun tetap saja konstelasi politik jaman sekarang sudah sangat melekat dengan rekomendasi hasil survey.  
 
Kalau demikian maka yang diuntungkan adalah RK. Dia bisa jadi bintang baru di Golkar di panggung para elit berbarengan Ketum AH, Zainudin Amali, Ilham Habibie, Agus Gumiwang Kartasasmita, Jerry Sambuaga, Ahmad Doli Kurnia, dan kader terbaik Golkar lainnya.
 
Target Golkar bisa saja meleset dalam menempatkan Ketum AH sebagai Capres namun mungkin saja target RK untuk menjadi menteri atau bahkan cawapres bisa jadi kenyataan melalui kapal besar Golkar. 
 
 
Tentu saja Golkar bersyukur jika RK malahan yang menjadi Cawapres atau menteri kelak di 2024.
 
Karena RK sudah menjadi kader Golkar yang diberi karpet merah, meskipun (belum) seumur jagung di Golkar. 
 
Patut dicatat, Jabar adalah pemilih paling banyak di negara ini. Bukan tidak mungkin ternyata elektabilitas RK melampaui jauh Ketum Golkar maka ramai-ramai parpol lain melirik RK sebagai kader Golkar.
 
 
Prediksinya, secara logis, RK mau masuk Golkar bukan utama untuk diusung menjadi Gubernur Jabar lagi. Karena dari Wali Kota Bandung dan Gubenur Jabar, RK tak perlu masuk parpol manapun.
 
Sehingga kuat dugaan RK sengaja masuk Golkar atau dirayu masuk Golkar untuk target alternatif yang lebih tinggi. Bisa saja jadi menteri atau bahkan cawapres dari Golkar.
 
Tentu ini disadari dan sudah dikalkulasikan dengan baik oleh Ketum AH dan bahkan mungkin saja Pak Jokowi. Karena Pak Jokowi menurut khalayak publik selama ini pada pendirian ingin Ganjar Pranowo menjadi Capres, meskipun tidak melalui PDI Perjuangan dengan kans terbesar cawapresnya dari Golkar, misalnya, tentu saja sebagai parpol terbesar setelah PDIP.
 
 
Jika PDIP tidak mencalonkan Ganjar maka  Pak Jokowi bisa saja memanfaatkan KIB untuk mengusung Ganjar sebagai capres dan wakilnya dari Golkar atau PPP atau PAN. 
 
Meskipun PPP dan PAN saat ini terindikasi ragu mencalokan Ketum AH menjadi Capres KIB maka bisa saja mereka sepakat merestui RK sebagai cawapresnya. Toh Golkar tetap berbesar hati meskipun Ketum AH tidak menjadi capres atau cawapres tetapi bintang baru RK sudah barjaket kuning. 
 
Mungkin saja analisa diatas melenceng tetapi dugaan kita tentu tidak jauh-jauh amat dari situ 
 
 
Tahun Politik Makin Memanas
 
Bisa saja secara ekstrim dikatakan bahwa RK masuk Golkar sulit mendongkrak elektabilitas Ketum AH ketimbang dirinya sendiri.
 
Masuknya RK dengan karpet merah tanpa keringat menimbulkan ketidaknyamanan internal walaupun tidak kelihatan dan tidak terungkap.
 
RK dengan cara ini sangat diuntungkan bukan bagi Ketum, namun untuk menambah perolehan suara Golkar di Jabar. Mungkin saja terjadi walaupun belum bisa dikatakan RK menjadi jaminan bagi kenaikan elektabilitas Ketum AH dan Golkar. 
 
 
Di sudut lain publik menilai kenegarawan Ketum AH menerima RK yang seyogianya adalah kompetitornya, patut diacungi jempol. Artinya AH tidak semata berorientasi pada kekuasaan tetapi pada eksistensi Golkar di panggung politik negeri ini, Indonesia.
 
Selamat memasuki tahun politik 2023 yang penuh strategi namun harus mengedepankan suasana persaudaraan dan solidaritas keindonesiaan.
 
Selamat bernaung di bawah Pohon Beringin dalam suka dan duka Golkar ya Kang Emil. ***
 
Justin Djogo, MA.MBA
Direktur Eksekutif Forum Dialog Nusantara

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat