unescoworldheritagesites.com

Anda Harus Tahu, Ini Jenis-jenis Perundungan di Dunia Maya - News

Diskusi daring bertajuk “Kenali Jenis Perundungan di Dunia Maya”  digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bekerja sama dengan Siberkreasi Indonesia. (istimewa )

: Teknologi digital pada dasarnya telah mengubah cara masyarakat Indonesia dalam berinteraksi dengan sesama, dengan media atau hal lainnya yang berkaitan dengan budaya Indonesia. Dulunya masyarakat Indonesia berkomunikasi menggunakan surat menyurat atau mengirim pesan melalui layanan SMS, sekarang masyarakat sudah terbiasa berkomunikasi melalui e-mail atau media sosial (WhatApps, Facebook, Instagram, dan lainnya) yang tidak terbatas ruang dan waktu.

Dr. Lutfi Isa Anshori, MM, dari Dinas Pendidikan Wilayah Sidoarjo mengatakan, seperti halnya etika digital dengan etika di dunia nyata. Budaya digital harus menjadi landasan perilaku setiap orang di ranah dunia maya. Katanya, dampak dari rendahnya pemahaman akan budaya bermedia digital membuat pengguna tidak mampu memahami batasan kebebasan berekspresi dengan perundungan siber, ujaran kebencian, pencemaran nama baik, atau provokasi.

“Diikuti dengan ketidakmampuan individu membedakan keterbukaan informasi publik dengan pelanggaran privasi di ruang digital,” kata Lutfi di acara diskusi daring bertajuk “Kenali Jenis Perundungan di Dunia Maya” yang digelar yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bekerja sama dengan Siberkreasi Indonesia, Selasa (4/4/2023).

Baca Juga: Yuk Sukses Belajar Online dengan Literasi Digital, Seperti Apa?

Kata dia, melanjutkan, budaya digital harus bisa dimanfaatkan secara efektif pada berbagai bidang, seperti pendidikan, politik, sosial dan ekonomi.
Menurut Lutfi, budaya digital dapat mempermudah dan mempercepat pekerjaan, memperluas jangkauan, menciptakan inovasi dan kreativitas, memperluas jaringan dan memperluas bisnis.

“Namun, pada budaya digital juga melekat sisi negatif apabila tidak diikuti dengan penerapa pendidikan karakter yang baik,” ujarnya.

Lutfi menyatakan, budaya digital adalah tuntutan zaman yang harus diikuti dengan kesiapan sumber daya, kecerdasan pengguna, dan literasi agar budaya digital tidak berdampak buruk pada nilai-nilai budaya yang ada.

Baca Juga: Pengamat : Generasi Muda Jangan Menjadi ‘Homodigital’, Jangan Diperbudak Media Digital
“Pada budaya digital ini, masyarakat harus mengimplementasikannya seperti bagaimana mereka berbudaya di kehidupan nyata. Maka dari itu kita sebagai masyarakat harus bisa menjadikan Pancasila sebagai landasan kecakapan digital,” sambungnya.

Pembicara lainnya, Sekretaris Yayasan Cendikia Utama (YPCU), Dr. Meithiana Indrasari, ST., MM mengatakan dalam ruang digital kita akan berinteraksi dan berkomunikasi dengan berbagai perbedaan kultural. Interaksi antar budaya dapat menciptakan standar baru tentang etika. Maka, segala aktivitas digital di ruang digital dan menggunakan media digital memerlukan etika digital (netiket).

Adapun etika digital yang dimaksud yaitu memiliki kompetensi mengakses informasi sesuai netiket di platform digital. Dan, mampu menyeleksi dan menganalisis informasi saat berkomunikasi di platform digital.“Kompetensi memahami netiket adalah bagian dari upaya membentengi diri dari tindakan negatif di platform digital,” ujarnya.

“Kita harus menyadari bahwa kita sedang berinteraksi dengan manusia nyata di jaringan yang lain, bukan sekedar dengan deretan karakter huruf di layar monitor, namun dengan karakter manusia sesungguhnya,” tambah Meithiana.

Meithiana kemudian memaparkan konten-konten negatif menurut UU ITE, yaitu melanggar kesusilaan, perjudian, pornografi, penghinaan atau pencemaran nama baik, pemerasan atau pengancaman, penyebaran berita bohong (hoax) dan menyesatkan sehingga mengakibatkan kerugian, dan penyebaran permusuhan bernuansa SARA.

Dia menyebut, perundungan di dunia maya (cyberbullying) adalah tindakan agresif dari seseorang atau sekelompok orang terhadap orang lain yang lebih lemah, baik secara fisik maupun mental, dengan menggunakan media digital.

Kata dia, perundungan dapat memunculkan rasa takut korbannya, bahkan dapat terjadi kekerasan fisik di dunia nyata/offline.
“Contoh cyberbullying yaitu Doxing atau membagikan data personal seseorang ke dunia maya, Cyberstalking (mengintip dan memata-matai seseorang di dunia maya), dan Non-Consentual Intimate Image (membalas dendam melalui penyebaran foto/video vulgar, bisa juga untuk memeras korban),” paparnya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat