unescoworldheritagesites.com

Panji Gumilang Segera Duduk di Kursi Pesakitan Pengadilan - News

Panji Gumilang

Panji Gumilang disangka penyidik melanggar Pasal 14 ayat (1) subsidair Pasal 14 ayat (2) subsidair Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946 atau Pasal 156a ayat (1) KUHP.

Tidak itu saja, Panji Gumilang juga ditengarai penyidik melanggar Pasal 45A ayat (2) jo Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Bahkan juga diduga melanggar  ketentuan pasal 8 ayat (3) huruf b, pasal 138 ayat (1), dan pasal 139 KUHAP.

Penjeratan berbagai pasal itu telah diterima jaksa peneliti. Oleh karenanya, kasus pimpinan Pondok Pesantren Al Zaytun Abdussalam Rasyidi Panji Gumilang atau lebih kesohor Panji Gumilang bakal segera bergulir ke pengadilan.

Baca Juga: Jaksa Jampidum Kejaksaan Agung Teliti Kembali Berkas Panji Gumilang

Hal itu terjadi menyusul Direktorat Kamnegtibum dan TPUL pada Jampidum Kejaksaan Agung menyatakan berkas perkara Panji Gumilang sudah lengkap memenuhi syarat untuk disidangkan atau P21 baik secara formil maupun materiil.

"Tim jaksa peneliti sudah menyatakan berkas tersangka ARPG sudah lengkap secara formil dan materiil,” ungkap Kapuspenkum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana, Jumat (27/10/2023).

Selanjutnya jaksa peneliti meminta penyidik pada Direktorat Tipidum Bareskrim Polri untuk menyerahkan tersangka berikut barang buktinya atau tahap dua kepada tim jaksa penuntut umum.

Baca Juga: Gugatan Panji Gumilang ke Anwar Abbas dan MUI Damai, Berkas Pidananya Dikembalikan ke Penyidik

Sebagaimana berbagai pasal yang disangkakan, Panji Gumilang diduga melakukan tindak pidana dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.

Selain itu, Panji disangka menyiarkan berita atau pemberitaan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat dan/atau dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA).

“Peristiwa tersebut terjadi di Pondok Pesantren Al-Zaytun Indramayu, Jawa Barat serta di daerah lain di wilayah hukum Republik Indonesia,”  tutur Ketut. ***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat