unescoworldheritagesites.com

Merasa Dikriminalisasi Oknum Polda Sumut Ulah Mafia Tanah, Kuasa Hukum Amrik Minta Atensi Kapolri! - News

Erdi Surbakti sebagai Kuasa Hukum Amrik (tersangka dugaan penipuan dan penggelapan) meminta kepada Karowasidik Polri untuk menarik berkas dan melakukan gelar perkara khusus di Mabes Polri karena merasa dikriminilisasi oknum Polda Sumut akibat ulah mafia tanah (AG Sofyan )

 
: Erdi Surbakti Kuasa Hukum Amrik, (tersangka dugaan penipuan dan penggelapan) meminta kepada Kepala Biro Pengawas Penyidikan (Karowasidik) Polri untuk menarik berkas dan melakukan gelar perkara khusus di Mabes Polri. 
 
Hal tersebut dilakukannya menyusul tidak adanya titik temu, dengan Polda Sumatera Utara, terkait kasus yang menjerat kliennya.
 
"Permintaan gelar perkara khusus di Mabes Polri, kami lakukan dalam rangka membantu komitmen Kapolri untuk menindak tegas oknum polisi yang berniat melakukan kriminalisasi kasus hukum dan menyikat habis mafia tanah," ujarnya kepada wartawan, di Jakarta Kamis (8/12/2022).
 
 
Erdi mengatakan, saat ini masih ada aja problem atau keluhan-keluhan yang dirasakan masyarakat. Terutama terkait dengan penanganan tanah, seperti yang menimpa kliennya Amrik justru diproses di Polda Sumatera Utara.
 
"Awalnya kami dapat informasi bahwa klien kami Amrik, saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka. Tapi dalam prosesnya kemudian kami melihat ada keganjilan dalam penetapan status tersangka klien kami," ungkap Erdi.
 
Keganjilan Status Tersangka 
 
Lawyer Erdi mencatat setidaknya ada tiga keganjilan kliennya menyandang tersangka. 
 
 
"Pertama kami melihat antara proses pelaporan yang dilakukan oleh pelapor Bijaksana Ginting, saat ini sudah meninggal. Itu dibuat atas dasar Akte Jual Beli (AJB) tahun 2009. Apa yang terjadi dalam proses AJB ini ternyata pelapor  menutupi fakta hukum bahwa atas obyek tanah ini sedang dalam perkara. Perkara atas obyek tanah ini bergulir sejak 2008 sampai 2010 ke Mahkamah Agung. Tentunya inkrah dulu baru tanah ini bisa dijual.Ternyata setelah kita cek belum inkrah," ujar Erdi.
 
"Mereka membuat kamuflase jual beli. Nah,  dengan jual beli inilah kemudian kita surati Kapolri, Kapoldasu, Karowasidik untuk dievaluasi. Benar nggak proses jual beli di tahun 2009, dijadikan alasan untuk melaporkan proses sertipikasi yang sudah terjadi," jelas Erdi.
 
 
Keganjilan kedua kata dia, ternyata kliennya, Amrik sudah melaporkan dugaan penipuan yang dilakukan pelapor tahun 2016 di Poltabes Medan.
 
"Klien kami merasa tertipu sudah keluar uang Rp 4,2 Miliar Tapi bukan dia pemilik tanah ini, sesuai putusan hukum di tahun 2010.
Sayang sampai hari ini laporannya tidak jalan dan tidak ditindaklanjuti,"ungkapnya.
 
"Ada apa Polda Sumut ini. Tahun 2021, si pelapor ini melaporkan kita. Diterima, diproses, dan malah klien kita ditetapkan sebagai tersangka," tambahnya.
 
 
Meski perlakuan penyidik tidak adil dan tidak proporsional, namun pihaknya sebagai warga negara yang baik dan taat hukum,  tetap akan mengikuti aturan hukum yang berlaku. 
 
"Tapi aturan hukum yang dimaksud harusnya juga dievaluasi dulu sesuai surat kita ke Kapolda dan karowasidik," tegas Erdi.
 
Hal ini kata dia, agar ada poin-poin yang harus diluruskan terlebih dulu.
 
"Kita sudah memberikan surat. Tuduhannya kan penipuan dan penggelapan. Penipuan dan penggelapan Itu kan setidak-tidaknya ada pihak yang dirugikan. Ada janj-janji yang tidak benar yang diungkapkan klien kita" urai Erdi.
 
 
Faktanya kata dia  jual beli ini dilakukan dihadapan notaris. 
 
"Yang lucunya lagi, si pelapor menutupi bahwa dia sudah dilaporkan. Menutupi informasi bahwa bukan dia yang bukan sebagai pemilik.Tapi menerima uang Rp4,2 Miliar dari klien kita. Sehingga berdasarkan proses AJB yang mereka lakukan 2009, pemilik  tanah yang sesungguhnya namanya Tengku Syed Ali Mahdar,  mencabut dengan membatalkan Kuasa si Bijaksana Ginting yang dulu 2009 dia buat dan dicabut dihadapan notaris," beber Erdi.
 
"Kita sudah sampaikan ke penyidik, ini sudah dicabut tapi tidak direspon," imbuhnya.
 
Selanjutnya kata dia, dalam prosesnya setelah pihaknya menyampaikan fakta lebih lanjut, bahwa ini surat dulu  dijaminkan di Bank Mandiri oleh seseorang.
 
 
"Dijaminkannya surat ini. Oleh karena klien kita merasa berminat dia tebus pakai uangnya. Klien kita tebus di Bank Mandiri. Kemudian dibawa sendiri oleh pelapor Bijaksana Ginting ke notaris di lokasi tanah itu.  Disitu diserahkan ke pemilik awal Tengku, setelah diserahkan Tengku menyerahkan ke ibu SS,  dalam arti dia membeli dihadapan notaris," jelas Erdi. 
 
"Sehingga proses dalam penyerahan surat ini, Grand Sultan yang menjadi pokok tuduhan penggelapan ini, sama sekali tidak pernah ada bersentuhan atau berhubungan dengan klien kita,  Amrik. Sudah ditebus dari Bank Mandiri, pakai uang Amrik. Setelah ditebus, diambil oleh Bijaksana sebagai kuasa Tengku. Dibawa surat Grand Sultan ke obyek tanah. Di jalan Pattimura Medan. Disitu bertemu notaris Teguh Perdana Sulaiman dan pembeli SS. Dalam penyerahan surat ini tentu tidak ada peran Amrik. Karena jual belinya antara Tengku sebagai pemilik Grand Sultan kepada SS," beber Erdi.
 
 
Persoalan ini kata dia yang menjadi konsentrasi pihaknya. 
 
"Kita sudah beberapa kali surati Kapolda. Namun sampai saat ini tidak ada titik temu. Karena  itu kami meminta kepada Karowasidik Polri untuk menarik dan melakukan gelar perkara khusus di Mabes Polri yang juga melibatkan kami sesuai Perkapolri,"jelasnya.
 
 Hentikan Penyidikan
 
Seperti diketahui Tim Kuasa Hukum Amrik warga Medan Sumatera Utara, melaporkan penyidik Polda Sumatra Utara atas dugaan telah melakukan kriminalisasi dalam kasus penggelapan surat tanah di Jalan Patimura Medan. 
 
 
Kasus ini sendiri bermula dari proses jual beli tanah seluas 2212 meter yang berstatus tanah Grand Sultan. 
 
Menurut Kuasa Hukum Amrik, Erdi Surbakti, kliennya seharusnya menjadi korban dari pelapor, karena dalam proses jual beli tanah tersebut justru pihaknya menjadi korban penipuan dan penggelapan dari pelapor.
 
Namun sayangnya laporan pihaknya di Polrestabes Medan tidak pernah ditindaklanjuti, namun sebaliknya kliennya menjadi terlapor di Polda Sumut dan saat ini ditetapkan sebagai tersangka. 
 
Peristiwa ini sendiri lanjut Erdi, dari proses jual beli tanah yang dilakukan kliennya atas objek tanah di Jalan Patimura dengan status tanah Grand Sultan S331, dengan pemilik atas nama Tengku Syed Ali Mahdar yang dikuasakan kepada Bijaksana Ginting.
 
 
Dalam proses tersebut, Amrik sudah memberikan sejumlah uang panjar dan uang pengurusan Sertifikat Hak Milik (SHM) kepada Bijaksana Ginting, yang ternyata pengurusan tersebut tak kunjung selesai. 
 
Bahkan diketahui, justru surat Grand Sultan 331 telah digadaikan kepada Bijaksana Ginting kepada Ismail Effendi. Dan selanjutnya menurut Erdi, kliennya menebus surat tersebut. 
 
“Setelah ditebus, surat tersebut bukannya diserahkan ke klien kami, namun tanpa sepengetahuan klien kami, surat tersebut telah diubah menjadi Akta Jual Beli (AJB) No 119,” terang Erdi. 
 
 
Dari kasus tersebut lanjut Erdi, kliennya melaporkan hal tersebut ke Polrestabes Medan atas pelapor Bijaksana Ginting pada tahun 2016, namun sayangnya kasus ini tidak pernah ditindaklajuti oleh pihak kepolisian. 
 
Seharusnya, pihak kepolisian terlebih dahulu memproses laporan klien kami yang lebih dahulu melaporkan, apa lagi diketahui pelapor Bijaksana Ginting bukanlah pemilik tanah yang sah.
 
Dari hal itu, menurut Erdi patut diduga kliennya telah dikriminalisasi oleh pihak penyidik Polda Sumut, terlebih dalam proses gelar perkara pihaknya selaku terlapor tak pernah dilibatkan.
 
 
Untuk itu lanjut Erdi, pihaknya melaporkan kasus ini ke Bareskrim Mabes Polri, agar proses penyidikan ini ditinjau kembali, dan menganulir penetapan tersangka kliennya, serta menindak oknum penyidik Polda Sumut yang diduga telah melakukan kesewenang- wenangan terhadap kliennya. 
 
” Dari laporan kami, tim Bareskrim berjanji akan menindaklanjuti laporan kami, kita tunggu saja dan kawal prosesnya di Bareskrim, karena kita percaya Kapolri akan membersihkan oknum-oknum polisi kotor yang dialami klien kami seperti ini,”ungkap Erdi. ***
 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat