unescoworldheritagesites.com

Terbukti Palsukan Surat, Eks Kakanwil BPN DKI Divonis 3,5 Tahun Penjara, Pelapor: Hentikan Mafia Tanah - News

Terbukti palsukan surat, eks Kakanwil BPN DKI divonis 3 tahun dan 6 bulan penjara, pelapor minta hentikan mafia tanah (AG Sofyan )

8: Terbukti memalsukan surat, mantan Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) DKI divonis penjara selama 3 tahun 6 bulan penjara. 
 
Dengan putusan Majelis Hakim ini pelapor mengharapkan agar dihentikan praktik-praktik mafia tanah.
 
Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pada Kamis (15/12/2022) telah menggelar sidang putusan atas kasus dugaan pemalsuan surat dengan terdakwa Mantan  Kakanwil BPN DKI Jakarta, Jaya
 
 
Sidang yang dijadwalkan digelar pukul 10.00 WIB, mundur cukup lama dan baru dilaksanakan pada pukul 16.00 WIB. 
 
Sidang yang berlangsung sekitar 2 jam itu, dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Henny Trimira Handayani.
 
Majelis Hakim menyatakan, Jaya memalsukan dokumen pembatalan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) milik PT Salve Veritate sehingga menimbulkan kerugian sekitar Rp600 Miliar, berdasarkan dakwaan jaksa.
 
 
"Menjatuhkan pidana penjara selama 3 tahun dan 6 bulan," ujar Ketua Majelis Hakim Henny Trimira Handayani, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (15/12/2022).
 
Majelis Hakim menilai, Jaya terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana membuat surat palsu sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 263 ayat (1) KUHP, sebagaimana dakwaan alternatif pertama.
 
 
Dalam menjatuhkan putusannya, Majelis Hakim mempertimbangkan hal-hal yang meringankan dan memberatkan. 
 
Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa telah menimbulkan kerugian dan dianggap tidak menjalankan sistem pemerintahan yang baik sesuai Peraturan dan Undang-undang yang berlaku.
 
"Sementara hal-hal yang meringankan, terdakwa bersikap sopan selama persidangan, sudah berusia lanjut, dan sudah mengabdi selama 38 tahun di kantor pertanahan," ujar hakim.
 
 
Usai mendengar putusan, Jaksa Penuntut Umum (JPU)  Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat menyatakan pikir-pikir selama 7 hari. 
 
Sementara tim kuasa hukum terdakwa, Erlangga Lubay mengaku akan berkordinasi lebih dulu dengan prinsipalnya untuk menentukan langkah hukum selanjutnya. 
 
Namun Erlangga membuka peluang untuk mengajukan banding. Sebab dalam sidang, tidak ada dokumen otentik yang dihadirkan jaksa sebagai barang bukti.
 
 
"Mudah-mudahan kalau banding, Majelis Hakim dalam tingkat banding ini akan berpikir lebih realistis. Karena dari 133 bukti-bukti yang dihadirkan itu tidak ada yang asli satu pun. Semua dilegalisir," ungkapnya.
 
Kuasa Hukum Erlangga mengaku keheranan dengan pendapat hakim yang mengabaikan kewenangan penyidik Polri. 
 
"Sejatinya pihak yang bisa menentukan apakah dokumen tersebut palsu atau tidaknya adalah Mabes Polri. Sehingga saya  menganggap, Majelis Hakim tidak mengerti masalah pertanahan secara komprehensif," tegas Erlangga.
 
 
Oleh karena itu, dia berharap agar ke depan, pengadilan negeri setidaknya memiliki tiga hakim yang fokus menangani perkara soal sengketa tanah. Agar dapat memberi putusan yang adil.  
 
"Jangan hakimnya tipikor (tindak pidana korupsi) ditaruh untuk menangani masalah hukum terkait pertanahan. Jangan dokter umum dijadikan dokter bedah," jelas Erlangga menganologikan profesi dokter.
 
 
Sebelumnya diketahui, Jaksa menuntut terdakwa Jaya dengan pidana penjara selama 5 tahun.
 
 Adapun perkara ini berawal pada 2019, ketika seseorang bernama Abdul Halim, mengaku mempunyai Akta Jual Beli (AJB) atas lima girik dan berhak atas tanah di Kelurahan Cakung Barat, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur.
 
Namun di atas tanah itu, ada Sertifikat hak guna bangunan (SHGB) milik PT Salve Veritate.
 
 
Melalui Hendra SH & Partners, Abdul Halim meminta BPN membatalkan SHGB tersebut.
 
Permohonan itu, diketahui eks Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil. Ia pun meneruskan permintaan itu kepada Jaya lewat pesan WhatsApp, agar dicek alas haknya.
 
Jaya mengartikan, Sofyan Djalil  memberi atensi khusus. Akhirnya, Jaya menghubungi pihak BPN Jakarta Timur dan mengurusnya.
 
 
Kemudian, pada 30 September 2019, Jaya mengeluarkan surat pembatalan 20 Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama Benny Simon Tabalujan beserta turunannya, yang telah menjadi 38 SHGB atas nama PT Salve Veritate.
 
Pembatalan ini dikeluarkan melalui Surat Keputusan (SK) Nomor: 13/Pbt/BPN.31/IX/2019. Luas bidang tanah yang dibatalkan yaitu 77.852 meter persegi yang berlokasi di Kelurahan Cakung Barat, Kecamatan Cakung, Kota Jakarta Timur. Nilai tanah mencapai triliunan rupiah.
 
 
Namun terbitnya surat itu tidak dilaporkan kepada Sofyan Djalil. Kemudian dilakukan audit investigasi oleh Inspektorat Jenderal. Walhasil, Jaya dianggap melanggar hukum. Jaya pun diproses hukum oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta dan ditangani Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat
 
Sementara itu, Dr. Kristiawanto.,MH/ Kuasa Hukum PT. Salve Veritate dalam keterangannya kepada media mengatakan, pihaknya sebagai Kuasa Hukum PT. Salve Veritate dalam kedudukannya sebagai pelapor sangat mengapresiasi kinerja penegak hukum mulai dari Kepolisian, Kejaksaan maupun Majelis Hakim yang sudah bekerja keras dan profesional dalam kerangka Sistem Peradilan Pidana.
 
 
"Putusan yang sudah di bacakan hari ini oleh Majelis Hakim terhadap Terdakwa dengan Pidana 3 Tahun 6 bulan, itulah yang terbaik. Klien kami sebagai pencari keadilan menghormati keputusan hakim yang berdasarkan fakta fakta, bukti bukti dan keterangan saksi-saksi di dalam persidangan secara utuh," jelasnya.
 
"Semoga keputusaan ini dapat menjadi keputusan yang baik bagi pencari keadilan dan tidak ada lagi kedepannya korban mafia tanah sebagai mana yang dicanangkan oleh Pemerintah terkait Pemberantasan Mafia Tanah," imbuh Kristiawanto ***
 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat